Hasrat Kemanusiaan

- 7 mins

cover film Schindler's List

Judul : Schindler’s List

Sutradara : Steven Spielberg

Tanggal Rilis : 30 November 1993

Durasi : 195 menit

Genre : Biografi, Drama, Sejarah

Pemeran : Liam Neeson, Ralph Fiennes, Ben Kingsley

The unconditional surrender of Germany has just been announced. At midnight tonight, the war is over. Tomorrow you’ll begin the process of looking for survivors of your families. In most cases… you won’t find them. After six long years of murder, victims are being mourned throughout the world. We’ve survived. Many of you have come up to me and thanked me. Thank yourselves. Thank your fearless Stern, and others among you who worried about you and faced death at every moment. I am a member of the aNazi Party. I’m a munitions manufacturer. I’m a profiteer of slave labor. I am… a criminal. At midnight, you’ll be free and I’ll be hunted. I shall remain with you until five minutes after midnight, after which time - and I hope you’ll forgive me - I have to flee.” –- Oskar Schindler

Yahudi adalah kaum yang telah dipandang dengan berbagai perspektif oleh seluruh dunia, apalagi jika kita mendengar apa yang dikenal dengan nama Holocaust. Memang banyak simpang siur yang terjadi mengenai kejadian yang mengerikan tersebut. Namun yang jelas, beberapa saksi hidup telah menceritakan sendiri apa yang sesungguhnya terjadi, termasuk mengenai kisah seorang wirausahawan jerman yang pada perang dunia II telah menyelamatkan 1200 yahudi dari kekejaman Nazi secara tidak langsung dengan memperkerjakan mereka di pabriknya. Orang itu bernama Oskar Schindler.

Kisah mengenai Oskar Schindler disebarkan oleh Leopold Pfefferberg, salah satu yahudi yang diselamatkan Schindler, hingga sampai di telinga seorang penulis bernama Thomas Keneally, yang kemudian menuliskan ulang kisah tersebut pada novel ia berikutnya pada 1982. Novel yang ia beri judul Schindler’s Ark itu membuat tertarik Steven Spielberg. Namun karena ia merasa belum siap, walaupun Universal Studios telah membeli hak cipta novel tersebut, Spielberg mencoba menawarkannya ke beberapa sutradara lain termasuk Roman Polanski, yang juga tidak siap karena ia sendiri adalah salah satu yang selamat dari Holocaust pada masa kecilnya, atau Ben Wilder, yang kemudian balik membujuk Spielberg untuk menyutradari film itu sendiri. Akhirnya, butuh waktu 10 tahun bagi Spielberg untuk merasa siap dan menyutadarai film yang diproduksi selama kurang lebih 72 hari itu.

Film ini bermula dari kedatangan Oskar Schindler di Krakow untuk membangun sebuah pabrik barang-barang keramik. Ia meminta bantuan seorang akuntan Yahudi, Itzhak Stern, untuk membantu menjalankan bisnisnya. Walau awalnya ia memang berniat untuk mengumpulkan uang sebanyak-banyaknya, dengan apa yang ia saksikan mengenai perlakuan Schutzstaffel (SS) pada yahudi Krakow, ia menggunakan pabriknya untuk melindungi sebanyak mungkin yahudi dari kekejaman SS, termasuk kematian. Amon Goeth yang kemudian datang sebagai kepala kamp konsentrasi Plaszow di Krakow, bertindak semakin semena-mena terhadap Yahudi di sana. Bahkan ia yang memerintahkan likuidasi Ghetto di Krakow yang menewaskan banyak Yahudi dalam prosesnya. Schindler melakukan berbagai cara termasuk menyuap Goeth berkali-kali agar yahudi bisa bekerja di pabriknya dengan lebih aman.

Puncaknya adalah ketika Jerman mulai kalah perang, Goeth memerintahkan semua yahudi di Krakow ke kamp konsentrasi di Auschwitz, yang kemudian dikenal dengan Death camp. Yahudi yang dikumpulkan disana secara pasti tidak akan hidup. Banyak kisah mengenai apa yang sebenarnya di lakukan Nazi di Auschwitz, tapi dalam Schindler’s List, diperlihatkan bahwa Nazi menggunakan bilik berisi gas mematikan untuk membunuh yahudi secara masif. Schindler pun membuat daftar berisi nama sekitar 1200 orang yahudi yang hendak ia ‘beli’ agar tidak perlu dikirim ke kamp Auschwitz sebanyak 13 halaman, yang kopian aslinya saat ini diabadikan pada museum perpusatkaan nasional di South Wales. Akan tetapi, tanpa sebab sebagian dari daftar tersebut tetap dideportasi ke Auschwitz. Schindler dalam hal ini melakukan apapun yang ia bisa sendiri untuk menyelamatkan mereka termasuk menyuap Rudolf Hoss, kepala dari kamp Auschwitz, dengan sekantong berlian. Hingga akhirnya, ketika secara resmi perang berakhir dan Jerman dinyatakan kalah, Schindler membebaskan semua pekerjanya dan melarikan diri sebagai kriminal perang.

Aku tidak bisa mendeskripsikan perasaan sesungguhnya ketika menonton film ini, rasanya seperti terserap langsung ke dalam film. Ide Spielberg yang membawa film ini dengan gaya dokumenter meningkatkan penghayatan penonton ke dalam cerita, mulai dari penggunaan kamera tangan pada hampir 50 % gambar, penggunaan narasi menyesuaikan linimasa sejarah, hingga konten visual yang hitam putih. Sebagaimana yang diharapkan Spielberg dan sinematografernya, Janusz Kaminski, semua hal tersebut memberi impresi timelessness, membuat penonton tidak akan sadar itu dibuat kapan. Aku sendiri seperti merasa memang tengah menyaksikan kejadian sesungguhnya pada saat perang dunia ke II, dengan suasana mencekam dan sedih meliputi keseluruhan fenomena. Karena hal ini tidak akan kaget bila keduanya mendapatkan oscar tahun 1994 dari total 7 oscar yang dimenangkan film ini, Spielberg sebagai best director dan Kaminski sebagai best cinematography.

Spielberg sepertinya sangat totalitas dalam membuat film ini. Selain memang membutuhkan 10 tahun bagi dia untuk benar-benar siap, konsep yang dibawa dalam film ini memang sangat sensitif, sehingga tidak bisa dibuat dengan seenaknya dan harus berhati-hati. Salah satu contohnya adalah ketika sebenarnya Spielberg mendapatkan izin untuk mengambil gambar langsung di dalam Auschwitz, Spielberg menolak dan memilih mengambil dari luar untuk menghargai semua korban Holocaust. Bahkan, Spielberg menolak untuk dibayar dari film ini dan lebih menyalurkan uangnya pada Shoah Foundation, sebuah yayasan yang mengumpulkan dan meneliti sebanyak mungkin catatan sejarah dari kejadian genosida di seluruh dunia, termasuk Holocaust, untuk dijadikan bahan gerakan dan pendidikan. Selain itu, diketahui juga bahwa adegan likuidasi Ghetto di Krakow awalnya hanya tertulis dalam satu halaman naskah, namun diubah oleh Spielberg menjadi 20 halaman untuk mencakup semua kejadian yang berdasar realita yang ia dapatkan dari cerita-cerita saksi-saksi hidup kejadian tersebut. Untuk menghargai seluruh yahudi yang selamat di tangan Schindler pun, atau Schindlerjuden, ia mengumpulkan seluruh yang masih hidup untuk membuat adegan di makam Schindler sebagai epilog. Tentu bukan hal yang mudah mencari dan mengumpulkan sisa-sisa saksi yang masih hidup dari kejadian 50 tahun sebelumnya yang mana sudah berdiaspora ke berbagai lokasi. Dedikasi Schindler dalam membuat film ini perlu diacungi dua jempol.

Bagaimana kita memandang Yahudi akan berubah cukup besar setelah menontoh Schindler’s List. Walau memang kita tidak bisa mencocokkan akurasi semua kejadian dalam film dengan kejadian sebenarnya, kita cukup dapat percaya pada apa yang terjadi secara keseluruhan dalam film ini karenaia berdasar pada riset yang cukup detail oleh Spielberg dan Isaac Asimov dari saksi-saksi hidup Holocaust. Semua yang terjadi ketika perang dunia II memang telah menunjukkan bahwa kebutuhan dasar manusia akan pengakuan bisa mencapai titik ekstrim hingga menimbulkan fanatisme berlebihan terhadap suatu identitas. Sebenarnya tidak cuma Nazi,apa yang terjadi di India pada awal kemerdekaannya atau apa yang terjadi terhadap kaum minoritas di Myanmar menunjukkan dengan jelas apa yang bisa dilakukan manusia pada titik ekstrim. Seperti kata sebuah pepatah, jika manusia mampu melakukan kebaikan sebaik malaikat, maka ia juga punya kemampuan yang sama untuk berbuat sejahat iblis.

Sedikit mengenai Oskar Schindler, apa yang telah dilakukannya memang perlu selalu diingat sebagai teladan bagi siapapun untuk melakukan hal yang sama. Ia, yang pada awalnya hanya ingin mengumpulkan uang dari bisnisnya, pada akhirnya mengorbankan semua itu demi setiap jiwa yang bisa ia selamatkan dari kekejaman Nazi. Karena apa yang menjadi dasar semuanya adalah identitas kita sebagai manusia, bukan identitas lain, bukan sebagai muslim, yahudi, kulit hitam, dan lain sebagainya. Itulah juga kenapa dasar dari semua moralitas adalah sesederhana karena kita manusia. Maka jadilah manusia dahulu, sebelum menjadi apapun yang lain. Dalam hal ini penulis Herbert Steinhouse, yang mewawancaranya pada 1948 menuliskan “Schindler’s exceptional deeds stemmed from just that elementary sense of decency and humanity that our sophisticated age seldom sincerely believes in. A repentant opportunist saw the light and rebelled against the sadism and vile criminality all around him.” Karena jasanya, ia diberi penghargaan oleh Israel sebagai Righteous Among Th Nations, yaitu orang-orang non-yahudi yang telah melakukan sesuatu untuk menyelamatkan Yahudi dalam Holocaust.

Film seperti Schindler’s List bisa membantu kita semua dalam membuka mata mengenai sejarah. Karena salah satu peran penting dari film adalah mampu membungkus sesuatu secara visual sehingga mudah dipelajari atau dinikmati. Itulah salah satu sebab pembelajaran sejarah yang baik adalah melalui cerita, yang secara visual ditunjukkan melalui sebuah film. Oleh karena itu, untuk membuka cakrawala wawasan kita mengenai sejarah, mulailah menonton film-film yang berdasar dari kisah nyata, karena dari situlah pembelajaran lebih bisa ditarik ketimbang cerita fiksi, apalagi yang terkait peristiwa besar seperti Holocaust.

(PHX)

“It’s Hebrew, it’s from the Talmud. It says, ‘Whoever saves one life, saves the world entire.’“ – Itzhak Stern

Kembali
Aditya Firman Ihsan

Aditya Firman Ihsan

Just a seeker of truth

rss researchgate issuu facebook twitter github youtube mail spotify lastfm instagram linkedin google google-plus pinterest medium vimeo stackoverflow reddit quora quora