Hidup Memang Hanya Untuk Hidup

- 7 mins

cover film Awakenings

Judul : Awakenings

Sutradara : Penny Marshall

Tanggal Rilis : 12 Desember 1990

Durasi : 121 menit

Genre : Biografi, Drama

Pemeran : Robert De Niro, Robin Williams

When my son was born healthy, I never asked why. Why was I so lucky? What did I do to deserve this perfect child, this perfect life? But when he got sick, you can bet I asked why! I demanded to know why! Why was this happening?” – Mrs. Lowe –

Film yang berasal dari kisah nyata memang memiliki sedikit kebebasan untuk melakukan kreasi ataupun modifikasi, namun tantangannya memang bukan di situ, karena yang membuatnya memukau adalah ketika sang sutradara berhasil membuat kisah nyata yang berkaitan menjadi suatu hal yang menarik dan dapat dirasakan langsung tanpa kehilangan akurasi dengan fakta yang sesungguhnya terjadi. Itulah juga yang terjadi pada film yang diambil dari pengalaman pribadi seorang dokter, Oliver Sacks, yang menuliskan kisahnya dalam sebuah buku berjudul mirip, “The Origin of Awakenings”.

Film Awakenings mencoba menggambarkan apa yang terjadi pada Rumah Sakit Bronx pada 1969, yang mana dokter-dokter di sana, termasuk Oliver Sacks (yang dalam film ini meminta namanya diganti, menjadi Malcolm Sayer) mencoba mengatasi masalah penyakit encephalitis lethargica (EL) yang sempat menjadi epidemi dunia pada 1917-1928. Yang menjadi hal utama dikisahkan dalam Awakenings adalah bagaimana fenomena kesembuhan para pasien pengidap EL setelah diberikan obat yang dicobakan oleh Dr. Sayer terjadi hanya sementara dan berakhir kembali pada kondisi semula. Mungkin terkesan sederhana, namun ini menjadi sebuah kisah yang bisa menyayat hati dan memberi kita apa sesungguhnya makna kehidupan.

Sedikit mengenai fakta yang tersirat dalam film ini, encephalitis lethargica atau disingkat EL merupakan penyakit saraf yang membuat pengidapnya menjadi seperti patung, tak bisa bergerak dan berbicara. Beberapa teori telah muncul mengenai penyeba penyakit ini, mulai dari reaksi sistem imun tubuh yang ekstrim hingga infeksi bakteri atau virus, namun hingga saat ini masih belum ada kepastian mengenai penyebab sesungguhnya. Pada intinya EL adalah gangguan pada sistem saraf pusat, yang mana antibodi mengikat dirinya pada neuron-neuron pada basal ganglia dan otak tengah. Gejala-gejala awalnya sederhana, mulai dari hanya demam, tremor, hingga respon yang berkurang. Pada titik ekstrim, kerusakan pada otak bisa menyerupai yang disebabkan oleh sindrom Parkinson.

Sindrom Parkinson sendiri merupakan kelainan saraf yang menyerang sistem motorik karena matinya produksi Dopamin dalam Substansia nigra. Oleh karena itulah, EL, yang gejalanya didiagnosa mirip Parkinson, dicobakan diberi Dopamin dalam bentuk zat kimia bernama L-Dopa. Pada awalnya mungkin itu bisa membantu menormalkan kadar dopamin dalam darah pasien, namun seiring dengan waktu, sistem imun tubuh menciptakan toleransi hingga akhirnya efeknya pun berkurang. Selain itu, L-Dopa juga punya beberapa efek samping, dari emosi yang tidak stabil hingga gangguan tidur. Hal ini lah yang diperlihatkan dalam Awakenings, bagaimana Dr. Sayer mencoba L-Dopa pada pasien-pasien di RS. Bronx dengan menerapkan uji coba awalnya pada Leonard Lowe. Awalnya terlihat sebagai sebuah kesuksesan besar, namun dengan efek samping yang terjadi dan efek L-Dopa yang sementara, semua pasien kembali seperti semula, bagai patung yang tak bernyawa.

Sejauh yang aku teliti, film ini cukup akurat menggambarkan fakta yang sebenarnya terjadi mengenai EL dan apa yang dialami Oliver Sacks pada musim panas 1969 di Rumah Sakit Bronx. Sebuah keberhasilan yang luar biasa untuk mengonversi sebuah kisah nyata menjadi suatu film yang bisa menjadi pembelajaran khalayak umum. Hal ini didukung oleh kemampuan Robert De Niro yang sangat baik dalam memainkan perannya sebagai seseorang yang mengidap EL, dari bagaimana ia sangat kaku, perlahan sembuh, hingga menjadi sakit kembali. Apalagi kolaborasinya bersama Robert Williams sebagai Dr. Sayer, dengan kharismanya yang khas seperti biasa, menjadi sebuah pertunjukan yang sangat menyentuh. Memainkan sebuah peran penyakit saraf atau jiwa secara alami tentu bukanlah hal yang mudah, apalagi dalam film ini, ia bisa menjadi kunci utama penghayatan penonton dengan kisah nyata yang sebenarnya. Wajar bila akhirnya Robert de Niro memenangkan 3 penghargaan sekaligus sebagai aktor terbaik melalui film ini, baik dalam Nasional Board of Review, National Society of Film Critics, ataupun New York Film Critics Circle.

Salah satu kelebihan dari film yang berdasarkan kisah nyata adalah makna dan pembelajaran yang dapat diambil bukanlah fantasi ataupun rekayasa, namun benar-benar sesuatu yang menjadi realita. Terlepas dari bagaimana EL menjadi epidemi yang mengerikan, Awakenings memberiku gambaran baru mengenai apa itu hidup sesungguhnya. Ketika melihat para pengidap EL benar-benar tidak bergerak layaknya patung namun masih merespon pada refleks dasar, muncul pertanyaan sederhana dalam kepalaku, apakah mereka hidup? Jika bahkan bagai tak berjiwa sama sekali bisa dikatakan hidup, lalu apa itu hidup?

Sungguh membuatku termangu diam ketika melihat bagaimana para pasien EL yang bangkit (Awake) dari “kematian” bertahun-tahun mengetahui ternyata semuanya telah berubah, keluarga yang dulunya mereka miliki mungkin sudah tidak lagi sama, dan mungkin mereka akan kehilangan alasan hidup mereka, seperti apa yang dikatakan salah satu pasien, Frank, ketika sadar apa yang sesungguhnya terjadi, “Well, my parents are dead. My wife is in an institution. My son has disappeared out west somewhere…I feel old and I feel swindled, that’s how I feel” Dan tentu semua itu bukan dalam kontrol mereka! Lalu apa makna hidup bagi mereka, yang selama bertahun-tahun tak bergerak bagai zombie? Apalagi ketika akhirnya mereka kembali kehilangan kesadaran mereka, dengan efek samping dari L-Dopa dan toleransi zat kimia yang diciptakan oleh tubuh, itu seperti memberi harapan yang benar-benar palsu, yang mungkin lebih baik harapan itu dari awal tidak dimunculkan daripada menyiksa mereka sendiri.

Pada akhirnya semua akan kembali pada pertanyaan, persis seperti yang dikatakan Dr. Sayer dalam kebingungannya melihat efek samping L-Dopa, “How kind is it to give life, only to take it away?” Sebuah pertanyaan utama yang mengganggu manusia sejak manusia mulai bisa berpikir, untuk apa hidup bila akhirnya nanti akan berakhir. Tak ada jawaban yang benar-benar tepat selain all we need is just living! Itulah hal makna yang disampaikan film Awakening, bahwa betapa makna hidup bukanlah mau kemana kita kelak, tapi bagaimana kita memaknai hal-hal sesederhana seperti baca buku atau berjalan-jalan. Bagaimana dengan mereka yang bahkan sadar dirinya hidup pun tidak? Bahkan ketika mereka bisa memaknai kediaman mereka dalam penyakit itu pun mereka bisa disebut hidup, yang mana tetap selalu didampingi dengan setia oleh orang yang berarti buat mereka. Sungguh bagi kita yang masih diberi banyak keberuntungan, maknailah hal-hal sederhana yang mungkin selama ini selalu kita anggap remeh.

Aku ingat suatu kutipan yang mengatakan “Jangan memberi tahu orang cara untuk hidup, tapi doronglah mereka untuk hidup” Karena yang terpenting tetap bukanlah caranya, namun hidup itu sendiri. Setiap orang berhak memilih caranya sendiri untuk hidup, namun dalam sekedar menjalani hidup sepenuhnya, belum tentu semua orang mampu, karena bahkan masih banyak yang tidak sadar bahwa sesungguhnya mereka tengah hidup. Bahkan mereka yang koma berbulan-bulan atau mengidap EL bertahun-tahun pun masih bisa dianggap hidup, karena apapun keadaanya “human being” tidak pernah bisa digantikan, seperti apa kata pepatah lama “Even at his most powerless, man’s existence is never without meaning”, maka sungguh mulia apa yang dilakukan Dr. Sayer bersama koleganya, yang walau mungkin hanya berarti untuk segelintir orang dan bahkan terkesan sia-sia, mereka tetap tidak kenal kata menyerah karena sesungguhnya tiap orang punya hak hidup yang sama, bahkan dalam keadaan paling buruk sekalipun.

Walaupun memang metodologi yang diperlihatkan dalam film ini berbeda dengan apa yang sesungguhnya dipakai Oliver Sacks, yang menggunakan metode “Double-Blinded Study” pada sekelompok pasien hingga menunjukkan 50% keberhasilan sebelum melakukan 90 hari penerapan sesungguhnya pada semua pasien (Dalam film, Dr. Sayer hanya mencoba pada satu orang, Lowe, sebelum menerapkannya pada seluruh pasien), itu tidak mengubah inti dari cerita. Memang seperti yang saya sebutkan di awal, tantangan terbesar membuat film dari kisah nyata adalah benturan antara modifikasi kisah dan akurasi fakta. Pada akhirnya, modifikasi tetap diperlukan selama tidak mengubah hal signifikan dari realita. Lagipula baik De Niro maupun Williams berhasil menyajikan sebuah performa yang sempurna, membuat penghayatan film tidak kehilangan sedikit pun maknanya. Hal paling utama dalam film ini tetaplah bahwa yang terpenting dalam hidup adalah menghidupi hidup itu sendiri. Maka bagi siapapun yang merasa kehilangan semangat hidup atau merasa tidak punya arti lagi dalam hidup, cobalah buka mata dan hati dengan melihat apa itu hidup sesungguhnya dalam Awakenings.

What we do know is that, as the chemical window closed, another awakening took place; that the human spirit is more powerful than any drug - and THAT is what needs to be nourished: with work, play, friendship, family. THESE are the things that matter. This is what we’d forgotten - the simplest things.” – Dr Malcolm Sayer –

(PHX)

Alt Text

Kembali
Aditya Firman Ihsan

Aditya Firman Ihsan

Just a seeker of truth

rss researchgate issuu facebook twitter github youtube mail spotify lastfm instagram linkedin google google-plus pinterest medium vimeo stackoverflow reddit quora quora