Apa yang Terjadi Setelah Mati

- 6 mins

cover film What Dreams May Come

Judul : What Dreams May Come

Sutradara : Vincent Ward

Tanggal Rilis : 28 September 1998

Durasi : 113 menit

Genre : Drama, Fantasy, Romance

Pemeran : Robin Williams, Annabella Sciorra

Albert: So what is the “me”?

Chris Nielsen: My brain I suppose.

Albert: Your brain ? Your brain is a body part. Like your fingernail or your heart. Why is that the part that’s you?

Chris Nielsen: Because I have sort of a voice in my head, the part of me that thinks, that feels, that is aware that I exist at all.

Albert: So if you’re aware you exist, then you do. That’s why you’re still here.

Apa yang terjadi setelah kita mati? Entah, tidak ada yang pernah tahu, dan mungkin tak akan pernah ada, kecuali jika ada yang bisa kembali hidup dan menceritakan apa yang mereka rasakan. Misteri itu merupakan salah satu pertanyaan utama manusia selama ribuan tahun yang akhirnya dijawab melalui berbagai agama dan kepercayaan. Memang, pada akhirnya agama adalah media untuk menjawab yang tak terjawab. Walaupun begitu, Richard Matheson berbekal imajinasi dan sedikit bumbu dari beberapa pengalaman, agama, dan pemikiran berusaha mengungkapkan misteri tersebut melalui novelnya pada 1978, What Dreams May Come, yang akhirnya difilmkan oleh Vincent Ward 10 tahun kemudian.

What Dreams May Come secara umum menceritakan mengenai bagaimana seorang dokter, Chris Nielsen (Robin Williams), yang mana sebelumnya menjalani hidup ideal bersama istri dan dua anak, akhirnya meninggal dunia dan pergi ke dunia setelah mati. Sebelum kematian Chris sendiri pun, kedua anaknya meninggal dengan cara yang sama yaitu kecelakaan mobil. Tidak kuat dengan kematian 3 keluarganya, Ann Nielsen (Annabella Sciorra) pun ikut menyusul yang lain dengan bunuh diri, yang akhirnya membuatnya masuk ke level yang lebih dalam di dunia setelah mati, anggaplah neraka. Apa yang diceritakan sepanjang film adalah bagaimana perjalanan Chris di dunia setelah mati untuk mencari istrinya di neraka. Memang bisa dikatakan sedikit absurd, namun sesungguhnya apa yang ingin disampaikan oleh Matteson sangatlah prinsipil, sesuatu yang menjadi pertanyaan dasar hidup manusia.

Matheson sesungguhnya terkenal sebagai penulis cerita fiksi horor, namun pada akhirnya ia berusaha menggeser paradigma tersebut dengan menciptakan sesuatu yang baru melalui What Dreams May Come. Cerita ini sebenarnya berbasis pada paradigma jiwa di atas materi (mind over matter), yang mana memang menjadi inti ajaran sebagian besar agama dan kepercayaan. Walaupun Matteson secara dominan memakai konsep kristen, ia mengakui bahwa sesungguhnya mengambil banyak elemen dari sumber-sumber lain. Memang, Matteson sejak muda menyukai hal-hal yang berbau parapsikologi, metafisika, dan supranatural, maka bisa dikatakan cerita ini turun dari konsep bacaan yang sangat luas, bahkan juga mencakup hindu dan beberapa ajaran timur, mengenai reinkarnasi misalnya. Meskipun cukup kental mengenai masalah kepercayaan, sepanjang publikasinya, baik berupa novel maupun setelah menjadi film, cerita ini cukup diterima dengan baik oleh umum. Beberapa kritik pun hanya berbatas pada cerita yang ia bawa.

Belum cukup populer dalam bentuk buku, Vincent Ward berhasil mengonversi cerita ini menjadi bentuk yang lebih dramatis melalui efek visual. Memang, film selalu memiliki kelebihan tersendiri ketimbang novel. Apa yang mungkin sulit terbayangkan melalui kata-kata bisa lebih terungkapkan melalui film. Apalagi untuk kisah semacam ini, yang sangat membutuhkan imajinasi, gambaran visual sangatlah membantu. Terlihat Ward cukup serius dalam menggarap cerita ini menjadi sebuah film utuh, karena semuanya terasa sangat mendetail. Walau tetap, selalu ada unsur yang berkurang ketika novel ditransformasikan menjadi film, seperti kebebasan dalam berimajinasi, distorsi visual, atau bahkan modifikasi cerita. Aku mungkin memang belum baca keseluruhan cerita ini dalam bentuk novel, namun setelah membaca sedikit cuplikan dan ringkasannya, aku merasa memang apa yang digambarkan secara visual sangatlah terbatas. Bagaimana coba menvisualisasikan near-death experience dengan baik, apa yang dirasakan Chris pada detik-detiknya meninggal? Ketika cukup dengan kata-kata, persepsi masing-masing akan menyesuaikan diri untuk bisa memahami keseluruhan konsep, walaupun tidak berupa visual.

Banyak sekali hal dalam cerita ini yang sebenarnya mungkin sangat sulit divisualisasikan bila tidak memiliki sense imajinasi yang baik, maka patut kita apresiasi bagaimana Vincent Ward menggambarkan semuanya dengan optimal. Usaha Ward bersama koleganya pun tidak sia-sia karena film ini mendapatkan penghargaan oscar tahun 1999 dalam kategori best visual effects. Bagaimana tidak, semua efek visualnya bisa menggambarkan bagaimana ia memasuki dunia seperti mimpi beberapa saat setelah mati, kemudian apa yang disebut sebagai Summerland tempat para arwah “hidup”, lalu perjalanan Chris hingga mencapai neraka. Aku cukup kagum karena semua efek visual itu muncul pada tahun 1998 yang mana belum banyak yang mampu membuat film dengan efek visual yang halus.

Terlepas dari visual filmnya seperti apa, konsep yang dibawa dalam ceritanya tidaklah dangkal. Pertanyaan dasar tentang hidup seperti siapa kita, apa tujuan kita hidup, dan lain sebagainya cukup tersampaikan dengan sederhana dalam film ini. Karena aku belum membaca keseluruhan novelnya, aku tidak bisa menentukan dengan pasti apakah beberapa percakapan ataupun adegan di dalam film merupakan inovasi dan modifikasi Ward dari cerita aslinya atau tidak, namun ia telah mampu menciptakan sebuah narasi cerita yang bisa menyentuh perasaan, apalagi bantuan gambaran visualnya yang dramatis membuat emosi penonton bisa lebih termainkan. Kita mungkin akan langsung membayangkan bagaimana jika kita yang ada di posisi Ann, yang mana semua keluarganya pergi begitu saja, memberinya sebuah posisi yang penuh rasa bersalah, atau mungkin bagaimana kira-kira kita setelah mati nantinya. Karisma Robin Williams pun sekali lagi dapat mengamplifikasi suasana emosional yang terjadi selama film agar lebih terhayati.

Tentu saja, latar belakang dan ideologi penonton akan sangat menentukan bagaimana film ini dipandang. Saya sendiri sebagai muslim sekaligus intelektual mungkin tidak terlalu menanggapi serius keadaan dunia setelah matinya dan hanya menganggapnya bagian dari fiksi cerita, berbeda dengan orang lain yang sangat percaya mengenai konsep-konsep supranatural mungkin akan memandangnya dengan sangat serius dan antusias, atau orang lain yang berpikiran bebas dan tidak percaya mengenai hal-hal mistis mungkin akan memandangnya dengan skeptis. Walaupun begitu, cerita ini memberi wadah interpretasi seluas-luasnya bagi siapapun karena memang tidak secara eksplisit mengatakan bahwa ini adalah ini ataupun itu adalah itu. Bahkan konsep Tuhan pun tidak terlalu masuk dalam cerita, karena sesungguhnya inti yang dibawa dalam cerita ini adalah mengenai arti cinta dan kehilangan.

What Dreams May Come ingin menunjukkan bahwa kekuatan cinta bisa begitu besar bahkan melampaui materi. Bagaimana cinta bisa membuat seseorang bisa sangat merasa kehilangan atau bagaimana cinta bisa membuat seseorang melakukan apapun, walaupun itu artinya ke neraka. Konsep cerita ini mirip dengan kisah Orfeus yang bersedia turun ke dunia Hades demi membawa kembali kekasihnya, Euridik, ke bumi dalam mitologi Yunani. Selain itu sebenarnya masih banyak makna lain yang terkandung dalam film ini, yang tentu akan menyesuaikan persepsi masing-masing. Anggaplah secara umum ini semua mengenai bagaimana mimpi kita kelak seperti apa, karena mimpi hanyalah bentuk lain imajinasi, dan mungkin setelah mati, semua mimpi akan menjadi nyata. So if you want to know what your dreams may come, aktifkanlah tombol zero expectation dalam pikiranmu, dan nikmati dengan seksama film ini.

Chris Nielsen: Where is God in all of this?

Albert: Oh, He’s up there. Somewhere… shouting down that He loves us. Wondering why we can’t hear Him. You think?

(PHX)

Alt Text

Kembali
Aditya Firman Ihsan

Aditya Firman Ihsan

Just a seeker of truth

rss researchgate issuu facebook twitter github youtube mail spotify lastfm instagram linkedin google google-plus pinterest medium vimeo stackoverflow reddit quora quora