Pidato Terbaik dalam Sejarah
- 9 minsJudul : The Great Dictator
Sutradara : Charles Chaplin
Tanggal Rilis : 15 Oktober 1940
Durasi : 125 menit
Genre : Comedy, Drama, War
Pemeran : Charles Chaplin, Paulette Goddard, Jack Oakie
…
“I’m sorry, but I don’t want to be an emperor. That’s not my business. I don’t want to rule or conquer anyone. I should like to help everyone - if possible - Jew, Gentile - black man - white. We all want to help one another. Human beings are like that. We want to live by each other’s happiness - not by each other’s misery. We don’t want to hate and despise one another. In this world there is room for everyone. And the good earth is rich and can provide for everyone. The way of life can be free and beautiful, but we have lost the way.
Greed has poisoned men’s souls, has barricaded the world with hate, has goose-stepped us into misery and bloodshed. We have developed speed, but we have shut ourselves in. Machinery that gives abundance has left us in want. Our knowledge has made us cynical. Our cleverness, hard and unkind. We think too much and feel too little. More than machinery we need humanity. More than cleverness we need kindness and gentleness. Without these qualities, life will be violent and all will be lost….
The aeroplane and the radio have brought us closer together. The very nature of these inventions cries out for the goodness in men - cries out for universal brotherhood - for the unity of us all. Even now my voice is reaching millions throughout the world - millions of despairing men, women, and little children - victims of a system that makes men torture and imprison innocent people.
To those who can hear me, I say - do not despair. The misery that is now upon us is but the passing of greed - the bitterness of men who fear the way of human progress. The hate of men will pass, and dictators die, and the power they took from the people will return to the people. And so long as men die, liberty will never perish. …..”
-– Jewish Barber (Chaplin) –
…
Beberpapa kalimat di atas adalah potongan sebuah pidato terbaik yang pernah ku dengar selama hidup, dan mungkin sulit menyangka bahwa pidato itu dibuat oleh seorang komedian terkenal, Charles Chaplin, dalam “The Great Dictator”. Loh, Charlie Chaplin? Bukankah ia aktor film bisu? Bagaimana mungkin ia pidato? Iya, tentu saja tidak semua filmnya bisu. Setelah 13 tahun berkarir dalam film bisu, Charles Chaplin atau lebih akrab dikenal dengan Charlie Chaplin, membuat film ini sebagai flm pertamanya yang memakai suara penuh. Melihat masa rilisnya, Chaplin bisa dikatakan cukup berani untuk menciptakan dan memublikasikan sebuah film yang secara tidak langsung menyindir apa yang terjadi di Jerman pada masa itu, apalagi 1940 adalah masa-masa awal Perang Dunia ke II.
The Great Dictator menceritakan bagaimana setelah Perang Dunia ke I, sebuah negara bernama Tomania mengalami depresi berat, terutama dalam hal ekonomi. Dari krisis ini, Adenoid Hynkel (Chaplin), berhasil mendapatkan kekuasaan dan menjadikannya diktator di Tomania. Di tempat lain, seorang tukang potong rambut yahudi mengalami amnesia dan membuatnya tak tahu apa-apa mengenai keadaan saat itu. Kebanggaannya sebagai ras Arya membuat Hynkel berambisi untuk menjadi penguasa dan menyingkirkan semua ras non-Arya. Semua yang terjadi selama film sungguh bagaikan cermin bagaimana Jerman pada masa itu, yang mana setelah kalah dari Perang Dunia ke II, mengalami krisis yang kemudian dimanfaatkan oleh Partai Nazi untuk berkuasa.
Kemiripan yang terjadi antara Chaplin dengan Hitler, mulai dari wajah, postur tubuh, hingga bahkan umur, lah yang membuat film ini begitu terasa nyata. Umur Chaplin dan Hitler sendiri ternyata hanya selisih 1 minggu, yang mana Chaplin lahir pada 16 April 1889 dan Hitler pada 20 April 1889. Dengan terinspirasi kemiripan itulah Chaplin kemudian membuat film ini dalam rangka serangan halus terhadap Hitler yang kala itu telah menunjukkan kediktatorannya. Berusaha tidak mengubah ciri khasnya yang merupakan komedian, ia tetap berhasil secara tidak langsung menciptakan propaganda yang sangat mendukung keadaan di Eropa yang mana tengah tegang di ambang Perang Dunia ke II.
Chaplin memulai produksi film ini pada 1937, 4 tahun setelah Adolf Hitler meraih tampuk kekuasaan melalui Enabling Act, dan menyelesaikannya pada 1940. Chaplin dalam film ini terlihat sangat berusaha menyesuaikan realita yang sesungguhnya, dimulai dari tekanan terhadap kaum non-Arya, terutama Yahudi, hubungan dengan Benito Mussolini (yang diperankan oleh Jack Oakie sebagai Napolini), hingga rencana Hitler untuk melakukan agresi militer. Bahkan, Chaplin menghabiskan berjam-jam mempelajari tingkah laku Hitler untuk benar-benar bisa menciptakan imitasi sempurna Hitler melalui filmnya, walau mungkin tetap dimodifikasi oleh Chaplin untuk tetap mempertahankan unsur komedi dari film.
Di tengah keadaan Eropa saat itu, film ini sangat didukung penuh oleh Inggris dan juga Amerika yang merupakan satu sekutu melawan Jerman. Padahal, ketika pertama kali Chaplin mengumumkan pembuatan film ini, pemerintahan Inggris sempat mengancam akan melarang peredarannya. Namun semakin mendekati 1939, keadaan yang semakin menegang antara Jerman dan Inggris mengubah drastis sikap Inggris yang memandang film ini memiliki nilai propaganda yang bisa dimanfaatkan. Bahkan Roosevelt sendiri mengirimkan utusan langsung ke Chaplin untuk memberi dorongan penuh akan pembuatan The Great Dictator. Sebaliknya, film ini dilarang keras untuk beredar pada semua daerah kekuasaan Nazi, yang ketika itu telah merentang hingga perancis, walau tercatat dalam sejarah film ini pernah ditayangkan dua kali di Jerman secara diam-diam. The Great Dictator telah menunjukkan kekuatan utama film sebagai media propaganda, apalagi di tengah keadaan seperti Perang Dunia ke II.
Bisa dikatakan ini film kebanggaan Chaplin sendiri, diperlihatkan dari bagaimana keseluruhan elemen pembuatan, dari sutradara, penulisan cerita, hingga biaya, semua dipegang sendiri oleh Chaplin. Momen yang begitu pas mungkin yang menjadi semangat utama Chaplin untuk menyelesaikan film ini, yang berkali-kali mengalami modifikasi karena menyesuaikan keadaan. Penyesuaian paling besar adalah pada bagian akhir film, termasuk pidato terkenalnya, yang dipicu oleh invansi Hitler ke Perancis pada awal 1940 yang berujung pada menyerahnya Perancis pada Juninya. Maka sangatlah wajar bila kemudian film ini menjadi box-office terbesar Chaplin sepanjang karir perfilmannya, yang mana penjualannya mencapai 5 juta dolar Amerika. Seorang biografer, Jaffrey Vance, dalam bukunya “Chaplin: Genius of the Cinema”, juga menuliskan “Chaplin’s ‘The Great Dictator’ survives as a masterful integration of comedy, politics, and satire. It stands as Chaplin’s most self-consciously political work and the cinema’s first important satire.”. Di tempat lain, pada 1997 The Great Dicator juga dicatat oleh Library of Congress dalam National Film Registry sebagai “culturally, historically or aesthetically significant”.
Hal yang menjadi kelebihan utama dalam The Great Dictator sebenarnya adalah pidato Chaplin mengenai perdamaian pada akhir dari film. Beberapa bahkan mengatakan itu adalah pidato terbaik dunia sepanjang masa, paling tidak hingga saat ini, karena setelah 75 tahun berlalu pun, pidato itu masih mengugah dan relevan untuk didengarkan. Aku sendiri mengetahui film ini dari pidato tersebut, yang mungkin bisa membuat air mata mengalir bila menghayatinya. Apresiasi luar biasa memang pantas didapatkan Charlie Chaplin, mengingat The Great Dictator adalah film pertamanya yang tidak bisu, dan juga mengingat karakter dia sebagai komedian masih mampu membuat sebuah pidato terkenal yang mungkin bisa menyamai pidato Soekarno atau Stalin. Hal lain yang menjadi bukti kehebatan Chaplin adalah bagaimana ia pada film ini memerankan dua peran sekaligus yang sangat berbeda. Tercatat bahwa Chaplin bahkan mengambil gambar untuk satu peran harus total sebelum memainkan peran lain agar kontrasnya kedua karakter bisa sangat terasa, hingga akhirnya dua karakter ini menjadi satu pada pidato terakhirnya.
Menonton The Great Dictator sebenarnya bisa memunculkan ketertarikan pada sejarah, terutama Perang Dunia ke II. Melalui film ini, gambaran sederhana keadaan Jerman pada interval Perang Dunia ke I dan II dapat terlihat. Walau mungkin, Chaplin banyak melakukan perubahan seperti bagaimana Haynkel dengan Napolini berebut Osterlich yang tidak terjadi pada keadaan sesungguhnya. Selain itu, efek moral dari pidato Chaplin lah yang membuat film ini sangat disarankan menjadi daftar tonton bagi siapapun. Terlepas dari konten filmnya yang “jadul”, hitam-putih dan screenplay yang sederhana, film ini bisa kukatakan salah satu film terbaik yang pernah ku tonton, karena sesungguhnya pada zaman modern seperti sekarang, film-film cenderung hanya mementingkan visual dan unsur menghibur ketimbang makna dan esensi dari suatu film. Setelah 38 sepeninggalnya, melalui film ini, semoga kita tetap mengingat Chaplin memang seorang maestro sinema. Maka tontonlah!
…
“Soldiers! don’t give yourselves to brutes - men who despise you - enslave you - who regiment your lives - tell you what to do - what to think and what to feel! Who drill you - diet you - treat you like cattle, use you as cannon fodder. Don’t give yourselves to these unnatural men - machine men with machine minds and machine hearts! You are not machines! You are not cattle! You are men! You have the love of humanity in your hearts! You don’t hate! Only the unloved hate - the unloved and the unnatural! Soldiers! Don’t fight for slavery! Fight for liberty!
In the 17th Chapter of St Luke it is written: “the Kingdom of God is within man” - not one man nor a group of men, but in all men! In you! You, the people have the power - the power to create machines. The power to create happiness! You, the people, have the power to make this life free and beautiful, to make this life a wonderful adventure.
Then - in the name of democracy - let us use that power - let us all unite. Let us fight for a new world - a decent world that will give men a chance to work - that will give youth a future and old age a security. By the promise of these things, brutes have risen to power. But they lie! They do not fulfil that promise. They never will!
Dictators free themselves but they enslave the people! Now let us fight to fulfil that promise! Let us fight to free the world - to do away with national barriers - to do away with greed, with hate and intolerance. Let us fight for a world of reason, a world where science and progress will lead to all men’s happiness. Soldiers! in the name of democracy, let us all unite!”
-– Jewish Barber (Chaplin) –
(PHX)