Matematika Mencari Makna I: Eksistensi tanpa Definisi
- 14 minsApa itu matematika? Sebuah objek yang sebenarnya bisa menimbulkan banyak tanya. Setelah hampir 2 tahun mencoba pendekatan dengannya, saya belum banyak melakukan perenungan secara serius mengenai yang satu ini. Walau Bertrand Russel sudah berusaha memancing dengan bukunya “Introduction to Mathematical Philosophy”, tetap saja perhatianku teralihkan oleh hal-hal permukaan di ruang kelas dalam bermacam mata kuliah, membuatku selalu gagal mencoba mencari esensi di balik semua teorema itu. Hingga akhirnya tidak lama yang lalu sesorang mengirimkan rentetan pertanyaan melalui private message Facebook, hasratku bertanya muncul kembali, yang ku tahu harus segera ku turuti sebelum tenggelam dalam rutinitas sebagai ketua himpunan.
Tidak banyak pertanyaan yang ku dapat dari message itu, sekedar “apa sih matematika? apakah matematika itu hanya sebagai bahasa simbol atau algoritmik saja? apa peran matematika dalam dunia ini ? apakah ada hubungannya antara matematika dan agama? bagaimana mengenai kemampuan berfilsafat seseorang berpengaruh kepada bagaimana ia menjalani kehidupannya? dan juga apakah ada pengaruhnya antara kemampuan filsafat seseorang terhadap kemampuan matematikanya?”, namun tetap harus dengan hati-hati dijawab. Maka apa yang saya tulis selanjutnya adalah sebuah usaha untuk mencoba menjawab semua pertanyaan itu dalam berbagai refleksi yang sebenarnya telah ku lakukan pada setiap mata kuliah yang berbeda.
Pertanyaan tak terjawab
Sebuah eksistensi lebih dulu ada sebelum esensi (L’existence précède l’essence), kata Jean-Paul Sartre. Secara sekilas, kalimat yang menjadi ciri khas eksistensialisme dari filsuf perancis itu terlihat begitu benar dalam beberapa aspek. Namun dalam perjalanan hidup saya yang baru 20 tahun terlewati ini, eksistensi bernama matematika membuat pernyataan Sartre tadi menjadi suatu kontradiksi. Apalagi ketika memasuki wilayah abstrak bernama aljabar, matematika bagai sesuatu yang bisa berwujud apapun tanpa kehilangan esensinya sebagai matematika.
Ketika mencoba mencari jawaban pertanyaan dasar apa itu matematika, siapapun bisa memberikan jawaban yang berbeda namun tidak bisa disalahkan satu dengan yang lainnya. Walau mungkin anak matematika sendiri belum tentu pernah secara serius memikirkan apa itu matematika, sejak memasuki jurusan matematika, saya menyadari banyak yang berkata bahwa matematika adalah cara berpikir. Mungkin itu cukup cocok, hal yang tidak bisa disalahkan. Namun dari perspektif ilmu terapan, matematika juga adalah alat, yang tinggal pakai untuk menyelesaikan masalah yang sesuai pada berbagai sektor yang berbeda. Dalam perspektif yang berbeda, matematika lebih dari sekedar alat ataupun cara berpikir, matematika bisa menjadi sebuah prinsip, ideologi yang mengarahkan pandangan, sebuah sifat yang tak terlihat.
Terlepas dari semua itu, matematika juga bisa dilihat sebagai suatu objek, baik dalam bentuk mata kuliah, jurusan, pelajaran, buku, atau apapun yang secara nyata ada dan jelas. Dalam sebagai objek itu, salah satunya matematika juga bisa dibilang adalah sebuah ilmu. Sekali lagi, hal yang tidak bisa disalahkan dalam mencoba mendefinisikan apa itu matematika. Bahkan terlebih lagi, seperti mungkin apa yang dirasakan Srinivasa Ramanujan ketika dia menjadi begitu semangat dalam mempelajari teori bilangan, matematika menjadi suatu spiritualitas, suatu hal yang melampaui logika, melampaui seni, bahkan intuisi. Pada suatu keadaan tertentu, seorang matematikawan dapat merasakan suatu keindahan dan kebahagiaan tersendiri ketika berhadapan dengan matematika. Dilihat dari sisiyang berbeda lagi, matematika juga adalah bahasa, matematika juga adalah seni, dan masih banyak lagi perspektif lainnya yang tidak bisa disalahkan.
Semua pendapat itu mengakibatkan tidak ada pengertian pasti dari matematika. Padahal, matematika adalah eksistensi yang nyata, yang semua orang bisa merasakannya dan tahu bahwa itu matematika, walau memang pada kedalaman tertentu, hanya segelintir yang paham yang bisa melihat bahwa sesuatu adalah matematika. Maka apa itu matematika?
Masyarakat pada umumnya memahami matematika adalah ketika angka-angka dioperasikan. Dalam sistem pendiddikan di Indonesia, semua orang sejak kecil diberi persepsi serupa, bahwa matematika adalah ilmu hitung, titik. Bahkan pada Kamus Besar Bahasa Indonesia, matematika hanya didefinisikan sebagai : ilmu tt bilangan, hubungan antara bilangan, dan prosedur operasional yg digunakan dl penyelesaian masalah mengenai bilangan. Perspesi ini membuat matematika yang jika diibaratkan dalam dimensi n, hanya dilihat dari satu sisi koordinat, menghilangkan makna n-1 koordinat lainnya. Sempitnya arah pemahaman terhadap matematika ini membuat eksistensi matematika bagaikan hantu: tidak terlihat, terkadang membuat orang begitu takut untuk sekedar melihatnya, terkadang juga membuat orang begitu penasaran hingga terus berusaha agar bisa melihatnya.
Secara umum, filsafat matematika telah terbagi dalam begitu banyak aliran, bahkan khusus untuk membahas definisi. Tiga pemikiran paling menonjol terkait definisi matematika adalah rasionalisme, intuisionisme, dan formalisme. Rasionalis menganggap semua matematika hanyalah logika simbolik, artinya sistemasi pikiran yang terwujud dalam rangkaian simbol-simbol, intuisionis menganggap matematika adalah aktivitas mental yang terkait dengan konstruksi sesuatu satu sama lain, sedangkan formalis sekedar melihat bahwa matematika hanyalah ilmu mengenai sistem formal, artinya suatu sistem yang terdiri dari kumpulan simbol dan aturan yang mengaitkan simbol-simbol tersebut. Ketika melihat matematika hanyalah logika simbolik, hal ini melupakan intuisi dan imajinasi sebagai komponen dasar dalam konstruksi matematika, membuat matematika kehilangan keindahannya terhadap dirinya sendiri, namun ketika sekedar menganggap matematika adalah aktivitas mental dalam mengkonstruksi sesuatu, hal ini disanggah dengan adanya objek matematika yang dapat eksis tanpa memerlukan konstruksi di atas lainnya.
Menelusuri sejarah
Asal mula munculnya matematika tidak dapat ditelusuri dengan pasti. Munculnya kematematikaan bahkan bisa ditarik mundur hingga zaman prasejarah ketika konsep kuantifikasi sesuatu mulai muncul untuk membandingkan, seperti bahwa dua batu lebih banyak dari satu batu. Di sinilah pada dasarnya asal mula perkembangan konsep matematika, yaitu membilang (counting), untuk mengetahui banyaknya sesuatu dibandingkan dengan yang lainnya, yang akhirnya melalui proses abstraksi memunculkan ide bilangan. Sistem bilangan paling pertama tentu saja adalah bilangan asli, bilangan yang murni untuk membilang, dari satu, dua, hingga seterusnya, bergantung pada basis yang dipakai. Perbedaan basis ini menentukan bagaimana kita dapat mengoperasikan bilangan-bilangan tersebut. Tercatat bahwa pada peradaban babilonia menggunakan sistem bilangan basis 60 (pada masa modern, basis ini turun dalam konsep waktu dan derajat sudut), yang dengannya mereka berhasil mengembangkan konsep pecahan dan aritmatika sederhana. Peradaban tua lainnya yang berhasil tercatat menggunakan konsep bilangan adalah peradaban mesir. Dalam Rhind Papyrus. salah satu catatan kertas papirus yang diketahui mengandung konsep matematika, tertulis penyelesaian beberapa permasalahan matematis.
Baik mesir maupun babilonia mengembangkan abstraksi sistem bilangan cenderung tidak terstruktur dan sekedar untuk menjawab masalah-masalah tertentu. Ini yang sangat membuat Yunani menjadi motor utama lahirnya matematika yang lebih sistematis. Pemicunya adalah tumbuh suburnya logika pada peradaban Yunani klasik, yang memang bersamaan dengan berkembangnya filsafat yunani. Baik Thales, Aristoteles, Plato, Phytagoras, Euclid, Ptolemy, Diophantin, dan berbagai filsuf-matematikawan sezaman lainnya memperlihatkan metodologi yang lebih sistematis dalam mengembangkan konsep. Dari sinilah sistematika logika deduktif mulai menjadi metodologi utama matematika, yaitu bahwa melalui aksioma-aksioma dasar, keseluruhan konsep bisa dikonstruksikan melalui aturan-aturan logika yang valid.
Pada awalnya, semua konsep matematika lahir dari dunia nyata yang kemudian diabstraksikan dalam sebuah ide atau konsep. Sejak berkembangnya sistematika logika pada peradaban Yunani klasik, abstraksi ini meluas dengan cepat, apalagi dipicu dengan semangat mencari kebenaran yang sangat subur berkembang pada masa itu dalam rangka membebaskan diri dari spekulasi mistis dan mitologi. Hal ini diperkaya dengan munculnya konsep algoritma dalam aljabar yang dikembangkan Khawarizmi sebagai bentuk prosedural sistematis dalam menyelesaikan sesuatu.
Abstraksi Tanpa Batas
Awalnya Aristoteles mendefinisikan matematika sebagai “science of quantity” atau ilmu tentang kuantitas. Definisi itu mungkin masih cocok untuk bentuk dasar matematika ketika pertama kali lahir. Namun ketika abad ke 18 matematika mulai memperluas abstraksinya dengan munculnya teori grup dan geometri proyektif, definisi itu kehilangan makna dengan sendirinya, karena aljabar abstrak sama sekali tidak punya hubungan dengan pengukuran atau kuantitas. Abstraksi matematika yang terjadi selama abad ke 19 membuat definisi apapun selalu mengalami tidak cukup untuk menggambarkan matematika secara utuh.
Dengan menjadikan logika sebagai batu landasan, abstraksi yang dapat dilakukan menjadi tanpa batas. Dalam hal ini matematika menjadi suatu bentuk yang sangat bebas, karena yang terpenting dalam matematika adalah validitasnya, artinya tidak peduli apapun objeknya, tak peduli seaneh apapun hasilnya, selama melalui proses konstruksi yang valid, hal tersebut pasti berlaku. Permasalahan-permasalahan dari dunia nyata pun terus diperluas dan digeneralisasikan menjadi bentuk seumum mungkin. Dari 3 dimensi menuju n dimensi, dari keterhinggaan menjadi bentuk tak terhingga. Matematika yang awalnya hanyalah sebuah konsep membilang pun menjadi sesuatu yang sangat luas. Ketika segalanya diabstraksikan dalam bentuk umum, walaupun objeknya belum tentu ada di dunia nyata, apalagi yang tidak termasuk ke dalamnya?
Seiring watu, permasalahan di dunia nyata sebenarnya semakin luas dan kompleks, yang selalu menuntut menghasilkan cabang baru dalam matematika. Namun seperti dalam perkembangannya, matematika tidak pernah berhenti pada selesainya suatu permasalahan, namun selalu ada proses abstraksi lebih lanjut walaupun sudah tidak ada hubungannya lagi dengan permasalahan nyata. Ambillah contoh teori koding, bagaimana mengkonstruksikan kode sehingga error bisa terdeteksi. Permasalahan ini muncul dari dunia teknologi informasi yang memakai sistem biner dalam mentransmisi informasi, sehingga muncullah teori koding dalam lapangan (suatu sistem matematika dengan 2 operasi dan 8 aksioma) biner. Namun dalam perkembangannya, teori koding diperluas lagi menjadi lapangan dimensi n, walaupun tidak ada permasalahan dunia nyata apapun yang berhubungan dengannya! Abstraksi ini pun terus menciptakan suatu konsep raksasa yang mana segala sesuatu tunduk padanya, dan konsep raksasa ini hanya berdiri pada satu landasan : logika.
Ketakterbatasan abstraksi ini membuat perkembangan matematika tidak akan pernah berhenti. Ia hanya butuh satu koridor, selebihnya ia bebas kemana-mana. Hal ini seperti yang pernah dikatakan George Cantor, bahwa “Esensi dari matematika adalah kebebasannya.” Jika dibilang matematika adalah ratu ilmu pengetahuan, maka ratu bebas bekehendak pada semua pengetahuan manusia! Dan memang benar, matematika adalah satu-satunya ilmu yang begitu bebasnya, karena ia tidak berdiri di atas realita, ia tidak terbatas realita.
Esensi di balik eksistensi
Lalu apa itu matematika? Melihat eksistensi ini begitu mengalami ketidakjelasan makna, begitu luasnya hingga beberapa bahkan saling kontradiksi satu dengan lainnya namun tetap memiliki gambaran yang benar terhadap matematika, maka matematika diibaratkan bagaikan himpunan, objek yang tidak punya definisi. Yang bisa kita tahu dari himpunan hanyalah keanggotaannya, cukup. Karena ketika kita membatasi himpunan dalam bentuk definisi, maka Bertrand Russel pernah memberikan paradoks yang luar biasa dengan mendefinisikan suatu himpunan yang anggotanya bukan merupakan anggota dirinya sendiri, R = {x : x bukan elemen x}. Hal ini membuat bahwa R elemen R jika dan hanya jika R bukan elemen R, kontradiksi! Maka jelas definisi tidak bisa membuat eksistensi dari suatu himpunan ada, tapi yang bisa dilihat dari himpunan hanya keanggotannya.
Seperti halnya himpunan, yang kita tahu dari matematika hanyalah apa yang terkait dengannya. Lebih tepatnya lagi, yang bisa kita tahu dari matematika hanyalah esensinya, tanpa perlu matematika itu mewujud menjadi suatu eksistensi. Apapun bisa jadi matematika. Hingga akhirnya Russel mencoba mendefinisikan matematika dalam bentuk tak terdefinisi. Ia menyebutkan bahwa matematika sebagai : the subject in which we never know what we are talking about, nor whether what we are saying is true. Memang suatu konsep yang absurd, tapi itulah matematika! Perkembagan matematika bukannya semakin memperjelas maknanya, namun malah mendestruksi jati dirinya sendiri. Matematika semakin mengabur dalam bentuk yang hanya bisa dirasakan secara intuitif. Pada titik inilah matematika melampaui logika, landasannya sendiri, menjadi suatu bentuk spiritualitas.
Maka ketika kita bertanya lagi, apa itu matematika, jawabannya tidak pernah ada, karena matematika adalah konsep yang selalu diperluas. Begitu luasnya hingga tidak pernah ada definisi yang lengkap untuk membuat semua yang termasuk dalam matematika memenuhi definisi itu. Syarat utama definisi adalah lengkap dan konsisten, artinya mencakup semua yang termasuk di dalamnya dan bentuknya selalu tetap. Namun ketika kita mencari definisi matematika, maka pastilah antaraia tidak lengkap atau ia tidak konsiten. Itulah kenapa hingga sekarang tidak pernah ada konsensus apapun yang menyepakati definisi matematika, bahkan tidak pernah ada kesepakatan apakah matematika itu seni atau sains, yang ada hanyalah klaim yang dipakai untuk mempersempit makna matematika dalam satu arah tertentu. Akhirnya hingga saat ini pun secara ironis, ketika matematika menciptakan banyak definisi dalam konstruksi konsepnya, matematika sendiri dianggap sebagai tak terdefinisikan. Apakah itu cukup? Tentu saja tidak, ini baru satu pertanyaan dari sekian banyak pertanyaan yang tercipta dalam pencarian makna matematika.
(PHX)
Appendiks :
Di bawah adalah berbagai usaha untuk mendefinisikan matematika. Perhatikan bahwa semua definisi itu benar dalam beberapa sisi namun tidak ada yang benar-benar secara lengkap menggambarkan keseluruhan matematika.
“A mathematician is a blind man in a dark room looking for a black cat which isn’t there.” – Charles Darwin
“A mathematician, like a painter or poet, is a maker of patterns. If his patterns are more permanent than theirs, it is because they are made with ideas.” – G. H. Hardy
“Mathematics is the art of giving the same name to different things.” – Henri Poincaré
“Mathematics is the science of skilful operations with concepts and rules invented just for this purpose. [this purpose being the skilful operation]” – Eugene Wigner
“Mathematics is not a book confined within a cover and bound between brazen clasps, whose contents it needs only patience to ransack; it is not a mine, whose treasures may take long to reduce into possession, but which fill only a limited number of veins and lodes; it is not a soil, whose fertility can be exhausted by the yield of successive harvests; it is not a continent or an ocean, whose area can be mapped out and its contour defined: it is limitless as that space which it finds too narrow for its aspirations; its possibilities are as infinite as the worlds which are forever crowding in and multiplying upon the astronomer’s gaze; it is as incapable of being restricted within assigned boundaries or being reduced to definitions of permanent validity, as the consciousness of life, which seems to slumber in each monad, in every atom of matter, in each leaf and bud cell, and is forever ready to burst forth into new forms of vegetable and animal existence.” – James Joseph Sylvester
“What is mathematics? What is it for? What are mathematicians doing nowadays? Wasn’t it all finished long ago? How many new numbers can you invent anyway? Is today’s mathematics just a matter of huge calculations, with the mathematician as a kind of zookeeper, making sure the precious computers are fed and watered? If it’s not, what is it other than the incomprehensible outpourings of superpowered brainboxes with their heads in the clouds and their feet dangling from the lofty balconies of their ivory towers? Mathematics is all of these, and none. Mostly, it’s just different. It’s not what you expect it to be, you turn your back for a moment and it’s changed. It’s certainly not just a fixed body of knowledge, its growth is not confined to inventing new numbers, and its hidden tendrils pervade every aspect of modern life.” – Ian Stewart
“The study of the measurement, properties, and relationships of quantities and sets, using numbers and symbols.” – American Heritage Dictionary
“The abstract science which investigates deductively the conclusions implicit in the elementary conceptions of spatial and numerical relations, and which includes as its main divisions geometry, arithmetic, and algebra.” – Oxford English Dictionary
“The science of structure, order, and relation that has evolved from elemental practices of counting, measuring, and describing the shapes of objects.” – Encyclopaedia Britannica
“Mathematics is the science that draws necessary conclusions.” – Benjamin Peirce
“Mathematics is a broad-ranging field of study in which the properties and interactions of idealized objects are examined.” – Wolfram MathWorld
“Math is sometimes called the science of patterns” – Ronald Graham
“Without mathematics, there’s nothing you can do. Everything around you is mathematics. Everything around you is numbers.” – Shakuntala Devi
“Mathematics is the science of indirect measurement.” – Auguste Comte
“Mathematics is the most beautiful and most powerful creation of the human spirit.” – Stefan Banach
“Mathematics is a place where you can do things which you can’t do in the real world.” – Marcus du Sautoy
“Mathematics is a game played according to certain simple rules with meaningless marks on paper.” – David Hilbert
“Mathematics is written for mathematicians.” – Nicolaus Copernicus
“Mathematics is the music of reason.” – James Joseph Sylvester
“Mathematics is the art of giving the same name to different things.” – Henri Poincare
“Pure mathematics is, in its way, the poetry of logical ideas.” – Albert Einstein
“Math is like going to the gym for your brain. It sharpens your mind.” – Danica McKellar
“All Mathematics is Symbolic Logic” – Bertrand Russell
“Mathematics is the classification and study of all possible patterns.” – Walter Warwick Sawyer