Dear Rayya 6 (Yang Terlupakan)

- 5 mins

Bandung, 15 Juli 2012

Dear Rayya, in never ending story

Tak ada lagi yang perlu terucap untukmu selain secarik doa yang terpanjatkan bersama. Tidakkah kau bosan kawan? Ku harap tidak, hanya engkau yang mampu mendengar semua ceritaku, entah itu bisa disebut mendengar atau tidak, tapi terkadang indera tak sebatas telinga, ataupun mata. Banyak hal di semesta ini yang tak terverifikasi dengan indera fisik teman, rasakan dan hayati, semua kompleksitas ini akan terasa sangat indah. Ya Ray, indah.

Itulah yang mungkin tidak pernah membuatku kapok berkutat dengan semua jaring rumit ini, mencari setetes kecil air kebenaran di tengah luasnya padang pasir abstraksi dunia, dengan semua fatamorgananya, dengan semua tantangan dan halangannya. Rasakanlah semua itu kawan, keindahan dunia berasal dari kerumitannya. Beruntung lah bagi orang-orang yang mampu memahaminya, sebuah kedahsyatan arus informasi yang terenkripsi dalam tiap zarah penyusun jagat raya. Namun, di balik semua itu, kau tahu kan? Tiap pengetahuan adalah sebuah beban, sebuah tanggung jawab. Aku tak perlu menjelaskan lagi bahwa kekuatan sebenarnya dari Tuhan adalah pada ilmu yang disimpannya. Ya, apabila beberapa orang tidak mengerti dengan hal ini, mereka hanya belum merasakannya, sebuah kekuatan yang bisa melakukan apa aja.

Aku tak banyak ingin bercerita mengenai bangsa kita lagi kawan, sudah cukup. Setelah pencarianku sebelumnya terhadap esensi dan sesuatu yang mendasari semesta ini, kegelisahanku berpindah satu per satu Ray. Aku sudah memahami banyak mengenai alam, dengan kesimetriannya, dengan jaring-jaring kehidupannya. Akan aku bagikan penemuanku ini padamu suatu saat, “Theory of Everything” versiku. Aku tak peduli akan kebenarannya, tapi inilah hasil semua kontemplasi dan pencarianku, paling tidak, untuk saat ini, karena aku tahu, masih banyak, masih sangat banyak yang masih terenkripsi, masih sangat banyak pertanyaan yang belum terjawab. Ha, tapi aku merasa aku tak butuh menjawabnya, aku sudah merasakannya kawan, bukankah itu cukup? Tak banyak orang memahami bahwa kebenaran tidak hanya berada dalam ranah pikiran, dalam ranah kata-kata yang terbelenggu bahasa manusia. Ya, masih banyak bahasa lain untuk menjawab semua pertanyaan itu, untuk mengobati semua kegelisahan itu.

Mengenai semua itu, aku terinspirasi dari ilmu yang sangat mendasar kawan, ilmu yang akan aku ambil di perguruan tinggi, ilmu yang darinya aku harap semua kegelisahanku semakin dapat terjawab. Ya, matematika. Inilah sumber kompleksitas, sumber keindahan dari tata semesta yang begitu rapi. Aku tak akan membahas banyak Ray, tapi kau ingat akan urutan penggolongan bilangan kan? Dimuali dari bilangan asli, fakta akan dunia, bilangan positif. Kau tentunya ingat saat dulu aku katakan semua ukuran di dunia tidak ada yang negatif. Itu hanyalah ukuran arah, vektor, tidak lebih, tidak berarti. Semua kesimetrian semesta tidak ada yang mengandung ukuran negatif, dingin adalah ketiadaan panas, buruk adalah ketiadaan baik, sehat adalah ketiadaan sakit, tidak ada negatif. Hanya ada bilangan asli, dan angka 0, keadaan dan ketiadaan. Itulah simetri kawan, indah bukan?

Berangkat dari itu, kita memasuki bilangan rasional, bilangan yang merupakan rasio dari bilangan bulat, yang merupakan kediskritan bulat dari semesta, bahwa segalanya tersusun dari zarah yang elementer, dari dasar yang pasti. Ya, rasio, perbandingan, itulah rasionalitas kawan, saat sesuatu dapat dibandingkan akan suatu patokan, ketika sesuatu dapat dikuantisasi untuk ditimbang. Rasional hanyalah sesuatu yang dapat ditulis, dijelaskan, dijabarkan, dalam bentuk rasio, perbandingan dua bilangan bulat, dua bentuk dasar, dua hipotesa, dua informasi, atau apapun itu. Terkadang agak terasa lucu saat aku memahami ini, semua ilmu yang kita pelajari selama ini tidak lebih dari sebuah relativitas, perbandingan. Saat seseorang mendewa-dewakan rasionalitas, ingatlah yang satu ini kawan, masih ada bilangan irasional, ya, masih ada sesuatu yang tidak dapat masuk batas pengukuran, masuk bentuk perbandingan, kuantisasi dalam bentuk apapun, abstrak ataupun konkret. Bilangan pi, bilangan natural, semua bilangan itu ada sebagai dirinya sendiri, ia eksis, ia ada, tapi ia adalah bilangan sendiri, ia tidak butuh bilangan lain untuk berdiri, ia tidak butuh rasio bentuk apapun. Ia adalah mutlak sebuah bilangan, tanpa relativitas sedikitpun. Baik rasional maupun irasional adalah bilangan real, nyata, ada, eksis. Di sinilah seseorang harus terbebas dari ilusi pikiran Ray, ilusi yang membunuh, yang hanya menggunakan verifikasi indera fisik dan rasio untuk melihat kebenaran. Di sinilah, rasionalitas hancur! Logika tidak lebih dari sekedar permainan bahasa manusia, bahasa kata-kata. Apapun itu, yang jelas bahasa manusia bukanlah satu-satunya bahasa dalam kompleksitas informasi yang terkunci dan tersimpan di dalam semesta.

Aku tahu engkau pasti paham, engkau juga mencari kebenaran di sana bukan? Kebenaran, entah apakah aku bisa menggapainya atau tidak, tapi aku akan terus mencari. Ingat janji kita Ray?

Sebenarnya jika ingin engkau teruskan lagi, di atas bilangan real masih ada satu lagi golongan bilangan yang entah belum dapat aku pahami saat ini. Ya, bilangan kompleks, imajiner, hanya terdiri dari satu bentuk, akar -1. Haha. Terkadang aku merasa betapa indahnya angka itu. Ya kawan, semua yang kompleks adalah indah bukan?

Manusia masih terbelenggu akan pikirannya sendiri Ray, terbelenggu satu-satunya kebanggaan mereka, satu-satunya alat yang dapat membedakan mereka dengan makhluk lain. Tapi apalah gunanya kebanggaan itu, apabila hanya menghasilkan ilusi tiada henti. Kekuatan yang sangat besar hanya memiliki 2 kemungkinan, ia bisa menjadi pembangun dan penolong yang sangat bermanfaat, tapi ia juga bisa menjadi penghancur paling kejam di semesta ini setelah ketidakpastian. Dunia adalah ilusi dalam pikiran. Tidak lebih.

Aku masih mencari bahasa-bahasa lain untuk memahami alam kawan, perjalanan ini takkan pernah berakhir hingga aku mati. Ya, atau mungkin kebenaran itu hanya bisa kutemukan setelah mati. Entahlah. Yang terpenting adalah berusaha, menciptakan makna akan kehidupan.

Perjalananku masih panjang, tapi tak ada yang ku lakukan di dunia ini selain untuk mencari kebenaran. Engkau juga memiliki tujuanmu kan kawan? Aku akan selalu mendoakanmu. Di tengah pencarian kita, janganlah lupa tanggung jawab akan selalu ada, ingat suratku sebelum ini kawan? Pengetahuan adalah kekuatan, dan kekuatan menghasilkan tanggung jawab. Apabila seseorang mencari sesuatu yang dapat disalahkan untuk semua hal yang terjadi di dunia ini, jawabannya adalah orang yang tahu, tapi tidak melakukan apa-apa. Oleh karena itu kawan, mari bergerak bersama, untuk bangsa ini.

“Jangan menuntut dunia untuk mengenalimu, tuntutlah dirimu untuk mengenali dunia” –Konfusius—

Don’t trust your eyes my friend,

Teruslah mencari,

Finiarel.


(PHX)

Kembali
Aditya Firman Ihsan

Aditya Firman Ihsan

Just a seeker of truth

rss researchgate issuu facebook twitter github youtube mail spotify lastfm instagram linkedin google google-plus pinterest medium vimeo stackoverflow reddit quora quora