Dear Rayya 4 (Dalam Keabu-abuan)

- 3 mins

Bantul, 20 November 2011

Dear Rayya in …

Bagaimana kabarmu di sana? Aku tidak tahu harus kemana aku kirimkan surat ini, mungkin hanya akan menjadi sebuah arsip belaka di pojok kecil rak buku di kamarku. Ini hanyalah kebingunganku yang lain ray, dibalik semua kebingungan-kebingunganku yang lainnya, kebingungan yang aku harap dapat kita pecahkan bersama, sebagai sosok pemuda yang membawa masa depan bangsa.

Jika kau bertanya hal yang sama mengenai kabarku, hari-hariku di negeri dengan beragam pikiran ini sudah cukup membingungkanku. Indonesia yang sekaran aku pijak dengan kakiku ini tidak seperti yang kita impikan dahulu Rayya. Satu hal yang harus kamu ketahui kawan, kau akan sulit menentukan mana yang benar dan mana yang salah di negeri ber-5 sila ini. Seandainya aku bisa menunjukkan padamu Rayya, kau akan bersedih karenanya, televisi dan Koran, mereka dipenuhi dengan argument, mereka dipenuhi, dengan kritik, mereka dipenuhi dengan kata-kata “orang pintar”, dan semua hal yang mungkin akan membuatmu muak.

Temanku, aku sangat ingin engkau melihat negeri tercinta sekarang ini. Negeri ini digembar-gemborkan oleh kritik dan perdebatan. Sempat terlintas dalam benakku Rayya, “Apalah arti sebuah kritik?”. Kata mereka, kritik adalah pembenar kesalahan. Kata mereka, kritik adalah pengingat dan penyadar di masyarakat. Kata mereka, kritik adalah yang membangun kita, tapi apa kawan? Kritik hanyalah bagaikan lensa kaca berwarna yang menutupi pandangan. Kau akan bingung menentukan apakah itu hijau atau biru, apakah itu merah atau kuning, apakah itu hitam atau putih, apakah itu benar atau salah. Indonesia menjadi semakin abu-abu, kabur akan kebenaran. Ah Rayya, entah apakah hanya dengan dasar sila ke-4 ideologi negeri ini atau apa, berbagai pendapat dan kritik bermunculan mengacaukan kutub benar dan salah tanpa terkontrol.

Rayya, Indonesia terombang-ambing di lautan pendapat dan kritik, menjauhkannya dari sumber kebenaran, fakta. Sesuatu yang aku sayangkan jarang disadari sobat, kebernaran pendapat hanya bergantung pada tingkat pemikiran dan informasi pemberi pendapat. Ini semua akan selalu berkaitan dengan permainan kepentingan bukan? Pertanyakanlah semua pendapat itu kawan, dan kamu akan menemukan keganjilan. Pendapat selalu ambigu, berbeda satu dengan yang lain, digantungkan dasar pemikiran yang berbeda, dan tentunya kepentingan sang pemilik pemikiran.

Selain semua itu, tentu kau ingat pada suatu ketika kita membicarakan suatu hal mengenai sugesti bukan? Ya, sugesti, hal yang dapat mengubah segala sesuatu secara perlahan bagaikan sebuah ilusi, tanpa sebuah kesadaran, tanpa sebuah signifikansi. Aku tidak akan membicarakan hal mengenai kritik secara sempit kawan. Semua yang ku maksud adalah segala pendapat mayoritas rakyat Indonesia yang selalu hanya bisa berpendapat dan berkomentar mengenai apa yang buruk dari negeri ini, melupakan segala sisi baik, menghancurkan segala harapan, menumbuhkan pesimisme dalam sebuah tatanan pikiran, menutup segala paradigma akan perubahan. Ya ray, itulah sugesti, pembawa semangat sekaligus penghancur semangat.

Saat mereka bilang kritik adalah pembenar kesalahan, kau mungkin akan merasakan hati kecilmu sedikit bingung. Pikirkan kawan, pendapat tidaklah diskrit, pasti, tentu, bulat, tidaklah hitam dan putih, tapi abu-abu, tak tentu, dan tak bisa ditentukan dengan pasti kebenarannya. Sudah cukup berkembang negeri ini, engkau tak bisa melihatnya terkacaukan oleh kritik dan pendapat kan? Jadi kawan, jika kita ingin yang terbaik untuk Indonesia, lakukanlah dengan tindakan, bukan kritik tidak berdasar.

Hal penting yang perlu kita pegang Rayya, lebih baik bertindak daripada diam, lebih baik diam daripada tidak tahu, dan lebih baik tidak tahu daripada pendapat dalam ketidaktahuan. Dan di balik semua itu ray, apabila kita dihadapkan pada ketidaktahuan, tidak ada yang lebih baik daripada berpikir positif akan hal tersebut.

Kita tidak butuh pendapat apapun, kita hanya butuh sebuah keyakinan, sebuah visi, bahwa Indonesia punya harapan, dan Indonesia pasti berubah. Tunggu, atau wujudkan.

Sebuah penantian tiada henti,

Finiarel.



(PHX)

Kembali
Aditya Firman Ihsan

Aditya Firman Ihsan

Just a seeker of truth

rss researchgate issuu facebook twitter github youtube mail spotify lastfm instagram linkedin google google-plus pinterest medium vimeo stackoverflow reddit quora quora