Dear Rayya 3 (Kerinduan akan Cahaya)

- 3 mins

Bantul, 11 Februari 2011

Dear Rayya, somewhere in the world

Berhari-hari aku menanti, jawabanmu tiada ku dapatkan. Entah apa yang terjadi padamu ray, namun kali ini, aku ingin melepaskan semua batu yang mengganjal pikiranku, menuangkan semua kesedihanku dan kegelisahanku, kegelisahan akan negeri yang kita cintai.

Kau ingat akan negeri ini ray? Negeri yang terhampar luas di belahan tropis khatulistiwa, negeri dengan alam yang menawan, tanah yang subur, iklim yang damai, negeri yang akan membuat seluruh dunia iri akan kekayaan yang dimilikinya. Namun kawan, mungkin definisi itu terlalu idealis, terkadang apa yang kita harapkan, tidak sesuai dengan kenyataan. Negeri ini telah jatuh, dalam, jauh dari cahaya kejayaan.

Kebun-kebun yang subur dan produktif, tanah merentang luas menjanjikan kedamaian, hutan-hutan yang memberi kehidupan dan harmoni alam, satu per satu tercaplok, satu per satu kandas, satu per satu berubah, dirampas, dan diambil untuk kepentingan individual.

Rakyat, yang dahulu pemilik, sekarang pekerja di negeri sendiri. Alam, yang dahulu milik bersama, sekarang terbagi-bagi dalam kepemilikan pribadi. Negara, yang dulu mengayom dan melindungi rakyatnya, sekarang mengayom dan melindungi pihak berkapital.

Katakan padaku ray, mau jadi apa Indonesia jika hanya terbagi-bagi untuk kepentingan individual pihak-pihak tertentu? Ini mengingatkanku pada pelajaran kimia dulu kawan. Kau ingat kan mengenai ikatan kimia? Kau dan aku tahu bahwa ikatan kovalen lebih kuat dan stabil daripada ikatan ion, kau tahu kenapa? Karena ikatan kovalen memakai elektron secara bersama, bukan saling ingin memiliki.

Seperti itulah dunia kawan, dunia terlalu sempit untuk dimiliki secara pribadi oleh tiap populasi manusia yang terus meledak, kita harus memilikinya bersama, merawatnya bersama. Sehingga akan terbentuk persatuan yang kuat dan stabil, tidak seperti ion yang begitu mudah terdisosiasi.

Namun sekarang, hal itu seperti mimpi yang terbangun. Segala sesuatu, bahkan pemerintah, akan berpihak pada siapapun yang memiliki modal. Semua bermain dan berfoya-foya mengeksploitasi bumi dan alam pertiwi kita bersama, hanya demi laba personal, di depan rakyat yang menderita menuntut hak dan keadilan. Setelah semua seperti ini, katakan padaku ray, apa ada harapan untuk Indonesia?

Aku bingung sobat. Mungkin kau akan berkata bahwa kita selalu masih punya harapan, harapan yang berasal dari generasi-generasi baru dengan semangat terluapkan, yang akan membawa perubahan untuk bangsa ini. Tapi, tapi… kau harus lihat apa yang terjadi di sini, cahaya dari generasi-generasi harapan kita semakin memudar ray!

Untuk mencari pemuda yang mempunyai ambisi dan cita-cita mengubah Indonesia, melakukan revolusi, atau paling tidak, cukup sekedar peduli akan apa yang terjadi di Indonesia saja cukup sulit. Mereka sekedar menonton, berkomentar, mengkritik, atau bahkan tidak peduli sama sekali, acuh, dan apatis terhadap apa yang sebenarnya dialami tanah air kita ini. Karakter perjuangan bangsa ini semakin kabur dari pandangan.

Beberapa pemuda yang lain lebih banyak berambisi untuk menjadi sukses, mencari kekayaan, berwirausaha hingga memiliki perusahaan pribadi. Apakah mereka tidak mengerti ray, bahwa kewirasusahaan dan perusahaan pribadi akan menyeret mereka dalam jurang yang sama, jurang individualis dan liberalisme? Tidak adakah pemuda yang hatinya cukup peduli untuk berambisi mengabdi kepada masyarakat kecil? Tidak adakah pemuda yang kecintaannya pada negeri cukup tinggi untuk berambisi mengubah Indonesia? Tidak adakah pemuda yang berani membuktikan perkataan Soekarno bahwa 10 pemuda dapat mengguncang dunia?

Entahlah ray, bingung, aku semakin bingung. Mungkin yang bisa ku lakukan hanyalah berharap dan berfikir positif, berdoa akan ada energi baru yang akan memberi sinar pada generasi harapan yang semakin meredup. Seandainya kau tahu, cukup melihat tangan beberapa pemuda saling bergandengan dalam satu persatuan saja sudah cukup akan membuatku senang. Aku berharap karakter muda yang baru, yang bersinar akan segera terbentuk, segera, segera, sebelum kita jatuh terlalu dalam.

Aku jadi teringat salah satu kalimat mutiara ray, “Ketika kehilangan kekayaan, kita tidak kehilangan apa-apa. Ketika kehilangan kesehatan, kita kehilangan sesuatu. Tapi ketika kehilangan karakter, kita kehilangan segala-galanya.”

Aku bermimpi, suatu saat, pemuda-pemuda Indonesia akan tumbuh, membawa cahaya, membawa semangat, membawa perubahan, dan membawa kemerdekaan untuk Indonesia, kemerdekaan yang sesungguhnya, kemerdekaan dari kapitalisme dan globalisasi, dan Indonesia akan bangkit gemilang dengan rakyat yang makmur dan kekayaan yang terjaga. Dan… Aku harap ini bukan hanya mimpi belaka.

“Perjuanganku mudah karena melawan bangsa asing, tapi perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri.” – Pemimpin besar revolusi, Ir. Soekarno

Peluk hangat sahabatmu,

Finiarel


(PHX)

Kembali
Aditya Firman Ihsan

Aditya Firman Ihsan

Just a seeker of truth

rss researchgate issuu facebook twitter github youtube mail spotify lastfm instagram linkedin google google-plus pinterest medium vimeo stackoverflow reddit quora quora