Dear Khaos

Dear Khaos

- 25 mins

Banyak orang mengatakan bahwa liburan adalah waktunya melepaskan beban dan kerjaan. Tentu saja itu hal yang tidak salah, justru sangat dianjurkan. Namun bagiku yang waktu kuliahnya terkadang cukup padat hingga kehilangan momen dan kesempatan untuk berjibaku dalam kata-kata., maka liburan adalah bagiku untuk membayar itu semua dengan bersemadi bersama ide dan tulisan. Di tengah kosongnya beban baik akademik maupun urusan organsiasi, pikiranku terasa jauh lebih lapang untuk membiarkan mata air gagasan itu mengalir deras menyembur bersama kegelisahan-kegeliashan yang terlarut sepanjang alirannya. Bahkan akhirnya surat kepada dewa-dewa pun mengalir begitu saja berturut-turut termasuk dengan apa yang ku tulis untuk sang Waktu, Khronus. Aku bahkan lupa untuk memberi intro dan outro seperti biasa pada tulisan itu, maka biarlah ku buat sekalian di sini. Toh semua pelengkap-pelengkap tulisan itu tidak akan menghilangkan isi sesungguhnya dari tulisan terkait.

Ya setelah menahan ide yang kebelet keluar sejak berminggu-minggu yang lalu, akhirnya bisa ku kucurkan dengan lega kali ini. Waktu dan Semesta adalah misteri terbesar yang pernah ku temui dalam hidup, maka pada keduanya ku coba titipkan salam dan pemikiran melalui dua tulisan. Khronus dan Khaos toh juga merupakan bapak dan anak. Make sense. Waktu tentu ada sebelum semesta ada. Tapi apalah makna keduanya, aku hanya bisa bertanya dan menerka. Di balik semua spekulasiku terhadap keduanya, kebenaran tidak akan pernah bisa dikonfirmasi dengan pasti karena apalah artinya pikiran kerdil manusia terhadap kompleksnya jagad raya. Namun tentu saja, itu tidak berarti bahwa kita tidak pantas untuk menatap langit dan bertanya bukan?

Dengan merenggangkan tangan, tarik nafas dalam, aku biarkan jariku menari anggun di atas keyboard untuk mengiringi nada-nada gagasan yang terus mengalun. Setelah menuliskan yang mengenai waktu sebelumnya (Dear Khronus), ku telah merenung beberapa waktu untuk mengendapkan semua ide yang ada untuk dirangkai cantik bersama kata-kata.


Dear Khaos, Yang Ada Dimana-mana,

Aku tak tahu menulis ini untuk siapa, sedangkan eksistensimu sendiri tidak jelas. Kau ada sekaligus tiada. Bagaikan berbicara dengan kekosongan, aku rangkai kata-kata untukmu. Tak mengapa. Biarlah aku mengungkap semesta, dalam rangkai gelisah yang selalu terbawa, kala semua hampa merasuk di jiwa. Toh apalah gunanya, bertanya bukanlah sebuah dosa, itu hanyalah ungkapan rasa, paling murni dari manusia. Maka Khaos, walau bahkan tanpa menulis ini pun kau seharusnya sudah tahu apa yang ada di pikiranku, setiap proses tidak pernah ada yang sia-sia, seperti yang ku katakan pada ayahmu, Khronus. Mungkin terasa tidak adil bila ku ingin bercerita tentang semesta hanya denganmu, karena seharusnya aku mengajak pula Aether dan Erebus, saudara-saudaramu, namun mereka mungkin berada pada tataran berbeda. Aku hanya ingin berkeluh kesah mengenai dunia yang fana ini, Khaos.

Banyak versi yang terungkap untuk menjelaskanmu Khaos. Ada yang mengatakan kau adalah wujud paling pertama yang muncul di semesta, dan darimulah muncul segala sesuatu yang lain, kau hanyalah suatu keadaan ketidakteraturan, sebuah ruang cair dimana menggeliat semua elemen-elemen dasar. Ada yang lain mengatakan kau adalah anak dari Khronus dan Ananke, yang memiliki dua anak lain, Aether sang cahaya dan Erebus sang kegelapan. Aether merupakan wujud eksistensi tinggi di atas langit, yang mana kilauan cahaya menyelimuti surga indah dengan sungai yang selalu mengalir, sedangkan Erebus sebaliknya, merupakan wujud eksistensi paling rendah didasar semesta, yang mana kabut kegelapan menghiasi tempat jiwa-jiwa mati, neraka untuk mereka yang hidup tanpa kebajikan. Kau ada di antara kedua saudaramu, kaulah dunia nyata, kaulah semesta yang kami rasakan, kau lah yang mewujud seperti apa yang kami lihat selama ini dengan indra-indra kami. Walau mungkin awalnya kau sendiri hanyalah kabut tebal penuh isi, dengan elemen-elemen yang saling bercampur tak karuan. Ah apapun itu, yang jelas kami memahami kau sebagai semesta ini secara keseluruhan. Karena dari kau semesta ada. Biarlah imajinasi kami bermain selebihnya untuk menciptakan kisah-kisah untuk mewarnai pembelajaran mitos-mitos lama.

Kau awalnya tetap hanyalah lumpur tak berbentuk. Ah, mungkin kata lumpur pun belum pantas untuk mendeskripsikanmu, bentukmu begitu abstrak. Kau adalah campuran semua elemen-elemen dasar, suatu “sup” yang mana proses-proses awal semesta terjadi. Kau mengingatkan aku pada teori ledakan besar. Karena apa yang terjadi setelah singularitas materi itu pecah adalah sebuah kondisi dimana semua partikel elementer berserakan dalam lautan materi dengan suhu yang sangat tinggi. Saat itu semuanya kacau, tidak ada keteraturan, hingga akhirnya dengan panas yang tinggi itu satu per satu partikel mulai menyatu dan membentuk wujud, perlahan-lahan higga terbentuknya semesta sebagaimana sekarang ini.

Luar biasa Khaos, bagaimana semua keindahan teratur yang terpancar di setiap sudut semesta saat ini berawal dari kekacauan. Ketidakstabilan semua variabel yang ada dalam kekacauan itu sendiri yang akhirnya memicu proses menuju keteraturan. Bukankah segala sesuatu di jagad ini berlaku seperti itu kan Khaos? Ketika ada ketidakstabilan dalam suatu sistem, selalu ada mekanisme internal dalam sistem itu untuk menggerakkan keadaan menuju kestabilan. Lihatlah bagaimana keterlarutan, distribusi massa, persebaran energi, cuaca, dan lain sebagainya. Semua selalu secara natural mempertahankan diri untuk terus berada dalam keadaan stabil dan teratur. Sepertinya memang beginilah semesta bekerja bukan? Bahkan hal in iberlaku dalam lapisan masyarakat. Kelompok atau sistem sosial apapun, selalu menciptakan mekanismenya sendiri untuk menuju keteraturan, dan sejarah sudah menjadi saksi semua hal itu.

Untuk mencapai suatu keseimbangan tertentu, tentu dibutuhkan suatu proses, apapun proses itu. Tentu saja proses itu bergerak berdasarkan persamaan tertentu, terkait variabel-variabel yang dipengaruhi. Seperti halnya kesetimbangan kimia, ada proses pengubahan zat terus menerus untuk mempertahankan massa relatif tiap elemen yang ada dalam sistem. Bukankah ketika ada yang berubah, selalu ada yang tidak berubah bukan? Segala sesuatu di semesta ini selalu menyesuaikan diri untuk mempertahankan suatu konstan tertentu, apapun itu. Ketika ada yang hilang, maka pasti ada yang muncul. Ketika ada yang hancur, maka pasti ada yang tercipta. Ketika ada yang berkurang, pasti ada yang meningkat. An equivalent exchange. Karena semua yang ada di semesta, tidak hanya materi dan energi, adalah kekal, mereka tidak bisa diciptakan atau dihancurkan, hanya bisa berubah bentuk. Hal ini berlaku di setiap lini semesta, termasuk manusia sendiri. Ketika ada yang berbahagia dengan hidup yang mewah, pasti dari kemewahannya itu ada yang merasa menderita. Jika ada yang bisa disebut menang, maka pasti ada yang disebut kalah. Segala proses selalu bagaikan sebuah neraca yang terus menerus menyeimbangkan diri agar selalu ekivalen.

Dalam surat yang ku tuliskan pada ayahmu, wahai Khaos, aku mengatakan bahwa makna yang terkandung dalam waktu pun demikian. Ketika suatu proses dipersingkat waktunya, maka makna yang terambil akan berkurang, demikian juga sebaliknya. Prinsip pertukaran setara ini ada dimana-mana di semesta ini. Ketika partikel muncul dari energi pun, selalu ada anti-partikelnya yang juga muncul. Aku pernah mendengar nama lain dari prinsip ini Khaos. Ah ya, sum to zero principle. Segala sesuatu jika semua nilainya dijumlahkan, pasti akan sama dengan nol. Artinya keseimbangan selalu ingin dicapai oleh semesta, dan proses yang dilaluinya selalu dalam pertukaran-pertukaran yang ekivalen. Mengagumkan khaos, mengagumkan. Prinsip sederhana yang mendasari segala sesuatu di semesta ini. Apakah kau yang membuatnya Khaos? Mungkin iya, mungkin juga tidak. Bukankah kau hanyalah kumpulan partikel yang kemudian mewujud menjadi semesta? Semua prinsip itu tentunya sudah menubuh dalam dirimu.

Mungkin ada hal lain lagi yang bisa aku singkap dari keseimbangan ini. Dalam hal yang perlu diseimbangkan, bukankah selalu diantara ada yang berubah dan ada yang tidak berubah bukan? Ataupun ketika ada yang mengalami sesuatu, maka ada yang mengalami sebaliknya. Semua itu untuk mempertahankan keseimbangan sistem. Maka apakah itu berarti semesta ini selalu bisa terbagi menjadi dua sisi, sebuah dikotomi? Antara yang iya dan yang tidak, apapun itu. Tapi kenapa dua, kenapa tidak tiga atau empat? Reduksi variabel untuk melihat adanya proses menuju keseimbangan paling sederhana tentu saja hanya dua, karena jika satu, apa yang perlu disesuaikan? Yang ada hanyalah perubahan murni, yang artinya kontradiksi dengan keseimbangan itu sendiri. Well, sudah banyak juga ajaran timur yang mengakui bahwa semesta ini memang sebuah dikotomi, selalu tersusun atas dua hal. Siang dan malam, baik dan buruk, feminin dan maskulin, ya dan tidak. Dalam ajaran tao, hal ini dikenal dengan Yin dan Yang, yang mana digambarkan dalam sebuah lingkaran yang punya dua sisi, hitam dan putih, yang selalu berputar tanpa henti dalam sebuah siklus. Konsep ini begitu mendasar bahkan hingga berlaku dimana-mana. Jika ada sesuatu, pasti ada sebaliknya, karena jika tidak, keseimbangan tidak akan bisa tercapai.

Dikotomi ini lah yang kemudian menciptakan semesta ini sampai ke bentuk yang paling kompleks. Jika meminjam istilah dari ajaran Tao, bermula dari dikotomi yinyang (ada) dan wu (tiada), dilanjutkan dikotomi yin dan yang sendiri, yang kemudian terbagi lagi menjadi bentuk-bentuk lainnya. Sebenarnya sebelum terbaginya yin dan yang, dapat dilihat lagi pembagian “ada”-nya semesta ini menjadi unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik dari semesta, yang mana unsur ekstrinsiknya adalah wujud fisik segala sesuatu, dan unsur intrinsiknya adalah makna atau kesadaran yang terkandung di dalamnya. Wujud fisik ini kemudian terbagi menjadi dua unsur, yang berbentuk, yaitu materi, dan yang tidak berbentuk, yaitu energi. Barulah kemudian materi ini terbagi menjadi yin dan yang, yang mana setiap materi selalu ada anti materinya. Selebihnya, sifat-sifat dari energi dan materi inilah yang menjadi ukuran dikotomi panas-dingin, gelap-terang, dan lain sebagainya. Mungkin banyak bentuk lain, tapi intinya dikotomi inilah yang terus menerus berproses untuk saing menyeimbangkan. Apa yang diimplisitkan oleh prinsip keseimbangan dari semesta adalah selalu adanya pasangan dari segala sesuatu di dunia ini. Mungkin perlu ku kutip sedikit beberapa kata dari Tao Te Ching, Khaos:

Countless words
count less
than the silent balance
between yin and yang

Menarik bukan Khaos? Inilah yang terkandung dalam dirimu, yang menjalankan semesta ini dengan dorongan dari Khronus. Ah, tapi sepertinya terlalu dangkal bila ku hanya memaknai ajaran tao hanya sebatas dikotomi belaka. Tidakkah kau melihat ada hal implisit lain yang terkandung di dalamnya? Betapa bijaknya orang-orang timur dahulu Khaos, mereka mempelajari dan mengamatimu apa adanya, berusaha mencari benih-benih kebijaksanaan dari setiap keteraturan yang mereka lihat darimu. Sekarang coba perhatikanlah inti dari simbol yin dan yang, sebuah lingkaran yang terbagi menjadi dua sisi yang selalu berputar terus. Hal ini menjelaskan bahwa dikotomi yang terjadi tidak hanya dalam materi kaku, namun dalam keberlanjutan proses. Bagaikan gelombang, dua kondisi selalu bergantian terjadi. Ketika mencapai puncak yang satu, keadaan selalu perlahan berganti sebaliknya. Adanya titik hitam pada sisi putih dan titik putih di sisi hitam pada simbol yinyang menunjukkan bahwa dalam puncak suatu kondisi selalu ada benih kondisi lain. Di ujung malam selalu ada benih cahaya pagi, di ujung siang selalu ada benih keremangan senja. Lihatlah Khaos, hal ini menjadi inti semua proses yang terjadi di dalammu. Lihatlah perjalanan sejarah, iklim, kehidupan manusia, galaksi, dan segala proses lain di alam ini, semua bergerak dalam siklus! Ya, siklus bagaikan roda yang menggerakkan semesta ini. Itulah kenapa Khronus ayahmu, sang waktu, digambarkan terus menerus memutari semesta, karena memang waktu sendiri bekerja bagai roda yang berjalan, selagi berputar tanpa henti, ia bergerak lurus. Maka bukankah kejatuhan menjadi suatu hal yang wajar? Bukankah kehancuran adalah hal yang pasti terjadi? Semesta ini bergerak dalam siklus! Sayang manusia sulit menerima pola ini dan menikmati semua proses. Ketika waktunya bangkit maka bangkitlah, ketika waktunya gagal ya gagallah. Bukankah matahari butuh tenggelam terlebih dahulu untuk dapat terbit?

Siklus lah yang membuat segalasesuatu jadi stabil dan seimbang. Kalaupun ada gangguan, siklus ini akan menyesuaikan diri dengan sendirinya agar kestabilan tetap tercapai. Proses menyesuaikan diri ini biasanya membuat sistem berada dalam keadaan transisi yang mana ditandai kekacauan, suatu siklus baru sebelum akhirnya terbentuk keteraturan baru. Ambillah contoh suatu peradaban, yang mana sering kali ada gangguan seperti naiknya penguasa yang kurang baik. Keadaan ini akan memicu keadaan baru yang kurang stabil sehingga secara natural akan terjadi proses penstabilan diri yang ditandai dengan kekacauan, suatu transisi keadaan. Setelah pergolakan dan konflik panjang, akan terbentuk tatanan baru yang lebih stabil dari sebelumnya. Proses ini secara umum terjadi di segala sektor di alam. Dalam ilmu yang ku pelajari wahai Khaos, matematika, sistem dinamik memang memiliki mekanismenya sendiri untuk terus bergerak dalam pola-pola menuju kestabilan, atau ekuilibrium.


Ku terdiam sejenak, untuk kesekian kalinya. Tentu saja. Tidak mudah untuk merangkai tulisan seperti ini. Maka harus selalu ada jeda untukku sekedar menyegarkan pikiran dengan pekerjaan lain, makan apa yang bisa dimakan, atau menatap kejauhan pada jendela yang terpampang di balik laptopku. Aku teringat sejak SMP bahwa impianku adalah bisa memahami semesta yang kompleks ini, yang kemudian berubah sedikit ketka SMA menjadi ingin mencari kebenaran. Imipan yang belum berubah hingga saat ini kurasa. Semua yang ku tuliskan selama ini toh hanyalah berbagai bentuk catatan-catatan hasil pencarianku terhadap kebenaran yang kubungkus dengan cara berbeda-beda.

Tapi apalah artinya. Kebenaran itu telah bertransformasi menjadi banyak imaji. Bahkan ketika orang-orang yunani kuno membayangkan semesta lahir dari kekosongan bernama Khaos pun, itu adalah kebenaran. Terkadang memakai cara berpikir seperti mereka membantuku untuk lebih merasa bebas untuk berimajinasi dan berabstraksi. Dan sekarang, aku berusaha mengabstraksi semua kejadian di alam semesta dalam suatu benang merah yang sama, sebuah siklus. Ide ini menginspirasiku ketika aku melihat betapa kerennya sistem persamaan diferensial yang menjadi dasar bergeraknya suatu sistem, apalagi yang dinamik. Tentu saja ilmu matematikaku terkait halini masih belum mapan, namun secara abstrak telah ku pahami dan ku integrasikan dengan semua pemahamanku yang lain terkait semesta. Well, ku harap aku tidak terlalu mengada-ngada.


Wahai Khaos, dalam sistem yang lebih kompleks, dikenal apa yang disebut sebagai butterfly effect, kondisi dimana satu gangguan kecil dapat menyebabkan pengaruh besar pada keseluruhan sistem. Kondisi yang menjadi bagian dari teori yang memakai namamu ini, teori Khaos, merupakan fenomena yang menjadi contoh mekanisme penstabilan diri sistem. Butterfly effect atau efek kupu-kupu disebut demikian karena sering memakai penjelasan sederhana bahwa kepakan kupu-kupu di suatu belahan dunia dapat menyebabkan badai di belahan bumi yang lain. Hal ini karena atmosfer merupakan satu kesatuan sistem yang kompleks, ketika ada gangguan yang memengaruhi kestabilan secara tidak langsung, secara natural atmosfer akan menyesuaikan diri yang mungkin mengakibatkan badai di tempat lain. Hal ini terjadi secara menyeluruh di seluruh semesta, wahai Khaos, termasuk dalam sistem manusia. Tidakkah kau lihat perang sipil Syiria yang terjadi sekarang? Tahukah kamu bahwa konflik skala negara, bahkan skala internasional karena amerika dan prancis ikut campur, seperti itu hanya disebabkan oleh tindakan 6 anak muda yang melukis grafiti yang berisi kritik pemerintah di sebuah tembok jalanan di kota Daraa? Coret-coret dinding oleh anak-anak mungkin tindakan sederhana yang secara wajar terjadi di hampir semua tempat di negara berkembang, tapi karena sistem mengindentifikasi tindakan itu sebagai gangguan, tercipta mekanisme penstabilan diri secara alami yang akhirnya berujung pada keadaan transisi yang kacau seperti saat ini. Pada suatu titik, konflik ini akan selesai dan akan tercipta suatu sistem baru yang lebih stabil. Sekali lagi Khaos, mengagumkan bukan?

Sayangnya Khaos, hampir semua sistem di semesta adalah sistem kompleks, yang mana begitu banyak variabel saling memengaruhi satu sama lain. Bahkan antar satu sistem dengan sistem yang lainnya selalu memiliki hubungan saling memengaruhi. Hal ini secara tidak langsung menjelaskan struktur dari semesta itu sendiri. Banyak yang melihat semesta bagai suatu hirarki bertingkat dari sistem yang paling kecil hingga sistem yang paling besar. Namun hirarki bertingkat ini akan menghilangkan peran sistem yang kecil dalam keberlangsungan sistem yang jauh lebih besar. Seakan-akan dikatakan bahwa apalah artinya sel dibandingkan satu bioma. Padahal keseluruhan semesta ini merupakan sistem kompleks yang mana komponen sekecil apapun tetap memiliki pengaruh dalam keberjalanan sistem. Bukankah lebih tepat bila memandang semesta ini sebagai suatu jaring-jaring raksasa? Dengan demikian tidak ada hirarki dalam semesta ini. Semesta adalah anarki! Semua setara dan saling mempengaruhi satu sama lain bagaikan sebuah jejaring yang rumit dan kompleks. Setiap elemen tunggal dalam jaring-jaring ini memiliki perannya sendiri. Memakai istilah dalam ekologi, jaring-jaring ini memiliki niche-niche yang terisi oleh tiap komponen-komponen. Satu untuk semua dan semua untuk satu. Engkau adalah satu sekaligus semua. Itulah kenapa tindakan kecil suat ukomponen tetap memiliki pengaruh pada keseluruhan sistem, seperti yang dijelaskan oleh Teori Khaos.

Mengenai nama teori itu, namamu sendiri muncul dari peradaban yunani yang dapat diartikan kekosongan, kehampaann, celah, atau semacamnya. Arti sederhana ini kemudian diiterpretasikan lebih dalam lagi karena apa yang disebut kekosongan ini begitu luas. Aku teringat suatu hal, baik dalam ajaran sufi, tao, ataupun mistisme lainnya, kekosongan itu sendiri merupakan kepenuhan. Kosong sama saja dengan penuh. Aku menyadari hal yang sama ketika memahami bahwa kosong dan penuh tidaklah saling mengasikan. Lawan dari tiada adalah ada, dan lawan dari semua adalah tidak semua. Dalam konsep pembersihan hati sendiri pun memakai prinsip yang serupa, ketika kami bisa mengosongkan hatidan pikiran, pada saat yan sama semuanya penuh oleh kesadaran. Lantas kenapa semesta ini dinamakan Khaos pertama kali? Karena imaji kami menggambarkan bahwa semesta ini muncul dari kehampaan, padahal di kehampaan ini sendiri segala sesuatu muncul. Semuanya ada secara bersamaan, berserakan, kacau. Itulah kenapa namamu kemudian mengalami pergeseran makna menjadi kekacauan. Karena kekosongan dan kepenuhan ini menggambarkan kondisi yang kacau, ketika segala sesuatu ada sekaligus tiada. Melihat dari sisi fisis, keadaan sesaat setelah ledakan besar, ketika suhu semesta kala itu begitu tinggi, semua partikel bergerak tidak beraturan kesana kemari, muncul dan berannihilasi terus menerus antar materi dan anti-materinya, sebuah kekacauan, yang kemudian, seperti yang ku tuliskan sebelumnya, akan menstabilkan diri menuju keteraturan baru, hingga akhirnya jadilah semesta seperti sekarang ini.

Akan tetapi Khaos, bila semua sistem di semesta selalu secara natural bergerak menuju kestabilan, lantas kenapa masih selalu ada kekacauan yang tercipta? Apalagi berdasarkan hukum termodinamika kedua, semua proses yang ada di semesta justru mengarah pada kekacauan. Dengan kontradiksi seperti ini, sepertinya aku salah mengambil kata. Oh ya tentu saja, kestabilan berbeda dengan keteraturan. Kestabilan adalah kondisi ketika segala komposisi yang ada di dalam sistem tersebut seimbang atau memenuhi parameter tertentu. Bukankah pada akhirnya semesta ini tersusun atas perasamaan-persamaan? Kestabilan adalah bagaikan kesamaan nilai variabel dalam setiap persamaan itu selalu tercapai. Sedangkan keteraturan? Tentu saja hal yang jauh lebih kompleks dari itu. Keteraturan adalah ketika semuanya terkumpul dan terkelompokkan, lawannya, kacau, adalah kondisi ketika semuanya berserakan dan tidak terkumpul. Apakah keseimbangan selalu merupakan ketraturan? Tentu tidak kan Khaos?

Hukum termodinamika kedua mengimplisitkan alur waktu merupakan alur pengacauan alam semesta. Semua sistem selalu menjalankan proses untuk mempertahankan kestabilannya. Namun sayang, semua proses selalu menghasilkan energi sisa, apapun prosesnya. Dengan demikian, akumulasi semua proses yang ada di semesta selalu menyebabkan energi semakin tersebar, tidak lagi terkumpul, sedangkan untuk mengumpulkan energi lagi, dibutuhkan suatu proses yang juga akan menyebarkan energi. Walau memang semesta ini bergerak dalam siklus, keteraturan dan kekacauan selalu terjadi bergantian, resultan semua proses akhirnya mengarah pada kekacauan. Seperti yang ku katakan sebelumnya, arah kekacauan ini bagaikan arah waktu, layaknya roda yang terus berputar namun bergerak maju. Pada akhirnya karena segala sesuatu selalu berproses, energi semakin lama semakin tersebar. Aku juga sudah membicarakan ini dengan Khronus, pada suatu titik, persebaran energi ini, atau dikenal dengan istilah entropi, akan mencapai maksimum, suatu keadaan yang sangat kacau. Banyak spekulasi bisa muncul terkaith hal ini. Bisa saja jika memang semesta secara keseluruhan juga berada dalam siklus, pada kondisi kekacauan maksimum ini, semesta kembali seperti keadaan awal ledakan besar dan kemudian memulai semesta yang baru lagi, begitu seterusnya tiada henti. Mungkin itu pemikiran yang absurd. Toh aku juga tidak bisa membuktikan apa-apa. Hal tersebut mungkin akan selalu jadi misteri Khaos, bagaimana engkau mati kelak menjadi tanda tanya besar.

Sebenarnya Khaos, ada yang menarik muncul dari hal tersebut. Jika kami reduksi ranahnya menjadi ranah manusia, fenomena yang mirip dengan meningkatnya entropi ini juga terlihat. Kita mungkin bisa melihat bahwa era peradaban manusia secara pemikiran umum dapat dipecah menjadi tiga, era pra-modern, modern, dan pos-modern. Yang mana bermula dari arah pemikiran yang cenderung hanya cukup percaya pada hal-hal di luar diri dalam bentuk animisme, paganisme, dan juga mistisme, dilanjutkan dengan rasionalisasi pikiran sebagai awal dari kesadaran terhadap diri sendiri dalam bentuk objektivitas, kemudian terakhir, kami tiba pada suatu era ketika semua kembali pada subjektivitas diri, ketika kebenaran tunggal telah runtuh dalam relativitas persepsi individual. Lihatlah era posmodern ini Khaos, ketika semua makna lebur dalam interpretasi personal. Sebuah fenomena yang memang tidak bisa dihindari saat ini, ketika kepercayaan bersama mulai runtuh satu per satu bersama subjektivitas. Pada suatu titik, ranah manusia pun akan mengalami kondisi dimana setiap individu bebas berpikir dan bergerak masing-masing, sebuah kekacauan! Yang entah apa yang terjadi pada saat itu. Mungkin kekacauan itu hanyalah fase transisi menuju generasi manusia yang baru. Entahlah. Sejak Zeus membinasakan generasi perunggu yang terakhir, memang tidak dapat diketahui kapan generasi pahlawan ini akan berakhir. Apakah ini merupakan generasi terakhir manusia, Khaos?

Mungkin sejauh ini aku terlalu banyak membahas mengenai unsur ekstrinsikmu, wahai Khaos. Padahal mungkin unsur intrinsiknya jauh lebih berarti untuk kami pahami. Layaknya sebuah buku, apalah artinya desain sampul, kualitas kertas, ketebalan, jumlah halaman, dan lain-lain ketika pada dasarnya inti sesungguhnya pada buku itu adalah rangkaian tinta-tinta yang tercetak pada tiap lembaran kertasnya? Maka bila semua kondisi fisik semesta ini adalah unsur ekstrinsiknya, bagaimana dengan unsur intrinsiknya? Telah sedikit ku singgung di atas Khaos, bahwa unsur intrinsikmu adalah apa yang terkandung secara implisit dari tiap materi dan energi yang ada, yaitu informasi dan makna. Ambillah contoh paling kecil Khaos, apa yang menjadi cetak biru pembentukan manusia, untaian DNA. Materi asam deoksiribosa yang strukturnya terjalin dengan rapi sesungguhnya hanyalah rangkaian molekul yang memang memenuhi aturan-aturan ikatan kimia antara karbon, oksigen, dan nitrogen, tidak lebih. Tapi untaian itu sesungguhnya mengandung informasi penting untuk mencetak asam amino yang kemudian menjadi protein untuk membuat sesuatu itu menjadi hidup. Banyak lagi contoh lain keterkandungan unsur intrinsik alam dalam setiap materi dan energi di semesta. Pola energi yang terbentuk di atmosfer ketika terjadi tornado, pola pertumbuhan jumlah daun pada beberapa tanaman, pola spiral pada cangkang keong, dan masih banyak lagi informasi tersirat yang terkandung di alam, dari yang kecil hingga yang besar. Bagaimana hal itu bisa terjadi Khaos? Ah, mungkin saja itu sama saja bertanya bagaimana mungkin pola garis tinta yang berbentuk spiral di sebuah kertas bisa menyiratkan angka 6. Lihatlah kata-kata yang tertulis dalam sebuah buku, itu semua hanyalah goresan tinta biasa, tapi inforamasi yang dikandungnya begitu melimpah. Selebihnya mengenai makna, hal itu ada secara langsung diberikan oleh waktu, Khaos. Sumber dari makna adalah waktu. Dengan waktu setiap materi dan energi akan memiliki maknanya sendiri-sendiri. Maka bukankah semua ini mengagumkan Khaos? Dikotomi itu begitu indah. Setiap unsur ekstrinsik memiliki unsur intrinsiknya juga, menciptakan keseimbangan sejati di semesta.

Unsur intrinsik ini bahkan pada tataran tingginya mencapai apa yang kita definisikan sebagai kesadaran. Apakah hanya manusia yang memiliki kesadaran, Khaos? Mungkin tidak. Perhatikan bahwa kesadaran adalah bagaimana sesuatu menanggapi “gangguan” eksternal. Manusia yang memiliki sistem neuron yang kompleks memiliki kesadaran tingkat tinggi karena apapun “gangguan” yang diterima oleh saraf-saraf sensoriknya akan bisa menghasilkan respon yang beragam dan terkendali. Dalam bentuk yang lebih tinggi, kesadaran manusia bisa mengabstraksi semua hal yang dipersepsikan oleh indra-indranya dalam bentuk ide-ide kasar yang terangkai secara rumit, entah dalam bentuk bahasa, imajinasi, kehendak, dan lain sebagainya. Hal itu terjadi terkait infomasi-informasi yang terkumpul dan tersimpan terus menerus dalam rangkai saraf di kepala. Bukankah sebelumnya aku mengatakan bahwa akan selalu ada informasi terkandung dalam materi yang terangkai rapi? Lebih lanjut lagi, karena informasi ini terus menerus diperbarui, ia akan selalu berkembang dalam proses yang mana sering disebut sebagai autopoesis, membentuk diri sendiri. Mungkin untuk sederhananya dapat dilihat suatu sel, bagaimana ia dikatakan hidup adalah karena keadaan materi dan energi dalam sistem sel tersebut akan menentukan bagaimana ia merespon lingkungannya, yang mana ketika respon itu terjadi, keadaan baru akan terbentuk sebagai mekanisme penstabilan diri, keadaan yang baru ini akan mendefinisikan respon baru dari sel tersebut terhadap lingkungannya, begitu terus menerus. Maka ia pun seakan secara siklik mengembangkan dirinya sendiri. Dalam kesadaran yang lebih tinggi pada manusia, bukankah bagaimana kami bertindak menentukan pengalaman dan pengalaman menentukan bagaimana kami bertindak selanjutnya? Proses siklik ini ada dimana-mana Khaos. Semesta terus menerus memperbaiki diri. Dan proses inilah yang mendefinisikan kesadaran!

Secara abstrak, hal ini dapat digambarkan sebagai berikut: unsur ekstrinsik semesta, materi dan energi, dengan semua hukum yang berlaku, akan berproses terus menerus untuk mempertahankan kestabilan sistem. Dalam setiap penstabilannya, struktur materi dan energi pada sistem akan terperbarui. Struktur yang baru terbentuk pun akan mengubah bentuk proses yang dijalani berikutnya. Ya, proses ini membentuk siklik, yang setiap waktu selalu mengubah diri. Ketika struktur unsur ekstrinsik suatu sistem berubah, dengan demikian unsur intrinsiknya. Informasi dan makna yang terkandung dalam sistem pun berubah terus menerus dan mendefinisikan bagaimana sistem akan “bertindak” selanjutnya. Tingakatan bagaimana suatu sistem “bertindak”, atau merespon lingkungannya, ini, ditentukan oleh seberapa kompleks struktur sistem tersebut, dan itulah yang menentukan kesadaran. Semakin sederhana suatu sistem, semakin rendah kesadarannya, namun bukan berarti tidak punya. Air merespon lingkungan dengan menjadi beku bila suhu menurun dan menguap bila suhu meningkat, dan sesederhana itulah “kesadaran” yang dimiliki air karena memang strukturnya sangat sederhana. Tubuh manusia memiliki kompleksitas sturktur yang sangat tinggi membuat kesadaran yang dimiliki manusia juga tinggi. Integrasi rumit antara hormon dan saraf pusat pun memunculkan tataran kesadaran abstrak yang dikenal dengan emosi.

Bila kita mengatakan bahwa sadar itu berarti hidup, maka segala sesuatu di dunia ini hidup Khaos. Semua bergerak dalam naunganmu. Dari hal sekecil molekul hingga keseluruhan semesta ini sendiri, semua memiliki nyawa dan kehidupan, masing-masing punya kesadarannya sendiri-sendiri. Itulah ruh dari segala sesuatu Khaos. Maka tidaklah main-main ketika orang-orang dahulu percaya bahwa segala sesuatu memiliki ruh yang terkandung. Semua hidup! Jaring-jaring terjalin sedemikian rupa sehingga rangkai kehidupan mencipta kehidupan baru, selayaknya kumpulan sel mencipta sebuah organisme. Tentu saja setiap kali kehidupan baru terbentuk dari kumpulan lainnya, tercipta kesadaran baru yang benar-benar berbeda karena strukturnya pun berbeada. Pada suatu titik, kumpulan hal-hal kompleks pun bisa mencipta kesederhanaan, kumpulan hal-hal kacau pun bisa mencipta keteraturan. Dan pada tiitk akhirnya, semua terkumpul menjadi satu keseluruhan semesta Khaos, Ya, dirimu.

Aku tak habis pikir denganmu Khaos. Kau mewujud sedemikian rupa menjadi kompleks sekaligus sederhana, menjadi kacau sekaligus teratur, menjadi ada sekaligus tiada. Aku hanya berusaha memahami prinsip-prinsip dasar yang terkandung di dalammu Khaos, karena tentu saja untuk memahami keseluruhannya adalah hampir mustahil. Perjalanan pencarian oleh manusia selama ribuan tahun pun mungkin hanya berhasil mengungkap sepersekian bagian dari semesta. Ya kami tidak akan pernah tahu. Yang terpenting kami tak akan pernah berhenti berusaha memahami keagungan semesta ini Khaos. Kau begitu indah, walau mungkin kelak pada suatu titik, kau akan menemui ajalmu, mungkin. Tapi bukankah semua proses ini pada akhirnya hanyalah sebuah rangkaian kisah dalam aliran waktu? Mungkin itu lah makna yang diberikan Khronus untuk setiap bingkai waktu, untuk dituliskan kisah satu per satu, menjadi sebuah catatan perjalanan semesta. Aku teringat salah seorang pernah mengatakan, ‘Alam semesta tidak terdiri atas atom, tapi terdiri atas kisah’. Ya semoga semua proses-proses kecil yang kami lalui dalam sekelumit potongan waktu adalah kisah-kisah yang berarti untuk perjalanan semesta ini ke depannya. Semua tercatat rapi karena keadaan saat ini telah merekam semua memori masa lalu. Jelas, tidak ada yang sia-sia bukan? Segala sesuatu pasti memiliki makna tersendiri buat semesta.

Mungkin cukup itu dulu Khaos. Bahkan semua hal fundamental yang ku tuliskan sebelumnya pun belum tentu telah mengungkap semua, karena selalu ada kemungkinan aku melewatkan sesuatu. Tapi tak mengapa Khaos, toh perjalananku mencari kebenaran memang belum selesai. Bila aku menemukan hal lain mungkin akan ku tuliskan lagi surat untukmu. Hingga saat itu tiba, tetaplah mewujud sekaligus tidak mewujud menjadi segala sesuatu di dunia ini. Aku, bersama manusia lainnya, pada akhirnya hanyalah satu titik kecil dalam jaring-jaring raksasa. Namun seperti yang ku katakan, bahkan di jaring-jaring raksasa pun, satu titik kecil tetap memiliki peran dan pengaruh. Semesta adalah anarki bukan? Setiap komponennya setara, sekecil apapun itu. Maka aku akan terus berusaha selagi kesadaran masih aku miliki. Salam Khaos

Dengan kesadaran tunggal,

Finiarel


Apalah artinya semua kata-kata panjang di atas bila akhinya subjektvitaslah yang menang? Hal yang cukup merisaukan sebenarnya, ketika semua kembali ke masing-masing orang untuk memahaminya seperti apa, entah sepaham, entah menolak, entah ragu. Semua tetap kembali pada setiap individu. Ya, bentuk sederhana dari anarki, yang juga dijalani semesta ini. Tulisan ini toh hanyalah untaian usahaku untuk mengungkap sekelumit kebenaran yang ku amati. Mungkin saja sekelumit di sini hanyalah setetes air di tengah samudra luas, tapi kebenearan tetaplah kebenaran, walau hanya setetes. Manusia bukankah memang selalu ditakdirkan untuk mengejar yang tak mungkin? Semua proses “sia-sia” itulah yang membuat kita semua ini manusia. Maka apapun yang kalian pahami dengan apa yang aku ungkapkan, yang ku harapkan hanya satu, semoga bermanfaat. Kamu setuju atau tidak, semesta pada akhrinya akan tetap menjadi semesta.

(PHX)

Kembali
Aditya Firman Ihsan

Aditya Firman Ihsan

Just a seeker of truth

rss researchgate issuu facebook twitter github youtube mail spotify lastfm instagram linkedin google google-plus pinterest medium vimeo stackoverflow reddit quora quora